Dalam wawancara melalui saluran telepon, Selasa, dr Eko Budiono sebenarnya tidak serta merta menyatakan virus Hepatitis A positif ada pada air sungai Kalingoro yang selama ini diambili warga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, MCK dan keperluan industri rumah tangga lainnya itu.
"Co-infeksi-nya sih begitu. Jadi kalau airnya itu mengandung bakteri E-coli, maka kemungkinan didekati Hepatitis virus A itu memang ada," kata dr Eko menjelaskan.
Pernyataan itu dia sampaikan setelah sebelumnya mendapat laporan hasil uji laboratorium atas sampel air resapan sungai Kalingoro di Desa Sukorejo, Kecamatan Sudimoro yang selama ini menjadi sumber air baku warga di 10 desa setempat yang mengalami dampak kekeringan.
Hasil pemeriksaan sebelum dilakukan klorinasi, kata dr Eko, indeks bakteriologisnya E-coli yang didapat mencapai 2.400/100 mililiter.
Jumlah itu jauh melampaui nilai ambang batas yang ditoleransikan secara kesehatan sanitasi lingkungan, yakni 50/100 ml.
"Tapi setelah kami lakukan klorinasi ya Alhamdulillah, bakterinya bisa turun. Kemarin kami cek lagi indeks bakteriologisnya tinggal sekitar 48/100 mililiter. Di bawah 50/100 mililiter lah," kata Kepala Dinas Kesehatan Pacitan Dr Eko Budiono saat meninjau sumber air Kali Sukorejo, Kamis (4/7/2019).
Air sungai yang diresapkan secara sederhana pada struktur batu pasir di tengah sungai Kalingoro yang mulai mengering itu hingga kini masih tetap digunakan warga.
Baca juga: Sudah tidak ada kasus baru hepatitis A di Pacitan
Pantauan lapangan, truk-truk pengangkut tangki air silih berganti mengambil air resapan itu untuk diangkut ke warga ribuan keluarga di desa-desa Kecamatan Sudimoro yang mengalami kekeringan.
Ada dua kolam resapan yang menjadi sasaran pengambilan air warga. Satu masih dikelola baik oleh warga sekitar dengan melakukan klorinasi secara rutin, dan satu lagi sedikit terlihat kotor.
Posisi kolam ada di jalur sungai yang mengering sebagian, namun masih muncul resapan dari air sungai yang menggenang dan merasuk melalui celah-celah kecil tumpukan batu pasir.
Airnya tampak jernih bersih, juga tidak berbau.
Menurut pengakuan warga, air yang diambil menggunakan tandon air dan diangkut menggunakan truk itu dijual ke warga dengan harga Rp120 ribu isi tiga tandon dengan volume masing-masing sekitar 1.200 liter.
"Tidak ada perlakukan khusus. Air ini nantinya ya digunakan untuk semua kebutuhan rumah tangga. Ya untuk minum, masak, mandi cuci kakus, maupun kebutuhan lain," tutur Doni, warga Sudimoro yang menjual jasa suplai air bersih ke warga sekitar.
Air yang dia sedot dan dimasukkan ke tandon selanjutnya didistribusikan ke penduduk yang membutuhkan, dengan cara disuplai ke bak-bak penampungan rumah tangga biasanya berukuran besar, sehingga air yang ditampung dengan volume mencapai 2.000-3.000 liter itu bisa digunakan hingga dua pekan ke depan.
"Tidak ada perlakukan khusus. Nantinya air ya digunakan sesuai kebutuhan. Kalaupun ada (perlakuan), paling hanya diendapkan selama 3-4 jam. Setelah itu digunakan laiknya air bersih pada umumnya," kata Doni.
Dr Eko juga membenarkan kondisi tersebut. Ia mengatakan, pemkab dalam posisi tidak bisa mencegah warga untuk tidak mengambil air sungai yang berisiko tidak higienis karena di wilayah Sudimoro memang tidak memiliki sediaan air yang memadai.
Air dari kolam resapan Sungai Kalingoro itu bahkan disebut digunakan oleh hampir 80 persen warga Kecamatan Sudimoro yang tersebar di 10 desa sejak tiga bulan lalu hingga sekarang. (*)
Baca juga: Dinkes Pacitan evaluasi status KLB hepatitis A hingga akhir Juli
Baca juga: PMI salurkan bantuan air bersih ke daerah terdampak wabah Hepatitis A
Baca juga: Kemenkes terus pantau kasus Hepatitis A di Jawa Timur
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019