Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan, terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang pemberian insentif "super tax deduction" bagi pelaku usaha dan industri yang melakukan kegiatan vokasi, diyakini akan mempercepat pemenuhan kebutuhan tenaga kerja terampil.Kebijakan ini sangat penting untuk meningkatkan keterampilan pekerja secara masif. Sekaligus menjawab kebutuhan dunia usaha dan industri akan pekerja terampil yang sesuai, serta meningkatkan daya saing
“Kebijakan ini sangat penting untuk meningkatkan keterampilan pekerja secara masif. Sekaligus menjawab kebutuhan dunia usaha dan industri akan pekerja terampil yang sesuai, serta meningkatkan daya saing. Saya yakin pelaku industri akan menyambut baik kebijakan ini,” katanya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu.
Ia mengakui tingkat daya saing pekerja Indonesia masih tertinggal. Survei Institute for Management Development (IMD) pada 2018 menyebutkan, di ASEAN, daya saing tenaga kerja Indonesia berada pada peringkat keempat setelah Singapura, Malaysia dan Thailand.
Hal ini. kata dia, disebabkan rendahnya pendidikan dan kurang sesuainya antara pendidikan dengan pekerjaan.
Karena itu, katanya, pelatihan vokasi menjadi salah satu solusi, baik melalui pelatihan, pemagangan berbasis kompetensi maupun sertifikasi kompetensi.
Dengan banyaknya swasta terlibat dalam menyelenggarakan pelatihaan vokasi, kata dia, maka kebijakan Presiden Joko Widodo dalam memperbaiki mutu dan akses pelatihan vokasi akan terwujud, dan kekurangan pekerja terampil di Indonesia akan dapat terpenuhi.
Ia menjelaskan, perbaikan akses dan mutu pelatihan vokasi melalui kebijakan "triple skilling" yakni "skilling", "up-skilling", dan "re-skilling" akan semakin efekif dengan daya dukung insentif pajak pro-vokasi.
"Skilling", tambahnya, diperuntukkan bagi pekerja atau calon pekerja untuk memperoleh keterampilan. "Up-skilling" diperuntukkan bagi pekerja untuk meningkatkan keterampilan guna peningkatan karir. Sedangkan "re-skilling" diperuntukkan bagi pekerja korban PHK dan pekerja yang ingin melakukan alih "skill" dan profesi.
Adapun perbaikan akses pelatihan, katanya, dilakukan dengan melibatkan Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah, Lembaga Pelatihan Keterampilan (LPK) swasta, training center (TC) milik industri, TC milik kementerian/lembaga pemerintah, program pemagangan dan sertifikasi kompetensi.
"Guna memastikan lulusan pelatihan sesuai kebutuhan industri, penyelenggaraan pelatihan vokasi melibatkan dunia industri dan asosiasi profesi, baik dalam penyusunan kurikulum maupun instruktur. Selain mendapatkan materi, peserta pelatihan harus mengikuti pelatihan kerja dan uji kompetensi,” kata M Hanif Dhakiri.
Tahun ini, pemerintah menargetkan sedikitnya 2 juta peserta pelatihan vokasi dari berbagai jalur pelatihan, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta. Tiga lembaga dilibatkan dalam hal ini, yaitu BLK, SMK dan politeknik.
Pemerintah pada Selasa (9/7) telah menerbitkan PP Nomor 45 Tahun 2019 yang mengatur pemberian insentif "super tax deduction" sebesar 200 persen bagi pelaku usaha dan pelaku industri yang melakukan kegiatan vokasi.
Selain insentif "super tax deduction" untuk kegiatan vokasi, PP tersebut juga mengatur kebijakan insentif "super tax deduction" untuk kegiatan penelitian dan pengembangan sebesar 300 persen.
Selain itu, insentif "investment allowance" juga diberikan untuk industri padat karya yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Baca juga: Bappenas: peningkatan kualitas vokasi untuk tenaga kerja
Baca juga: Pemerintah beri insentif "super deductible tax" bagi industri
Baca juga: Dubes : Indonesia sudah waktunya benahi pendidikan vokasi
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019