"Secara umum mereka sedikit pengetahuan cara beternak yang baik dan benar," kata Dana yang merupakan Ketua Bidang Pengolahan Hasil Ternak DPP HPDKI dalam Dialog Publik "Kurban Berdayakan Desa" di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan akibat yang paling nampak dari pengetahuan beternak yang baik itu peternak tidak mendapatkan hasil penjualan sesuai harga pasar.
Hal itu, kata dia, terjadi karena kebanyakan peternak hewan kurban hanya menjadikan beternak sebagai sampingan sehingga tidak serius.
Sebagai gambaran, lanjut dia, peternak sampingan itu memiliki pekerjaan utama sebagai petani. Mereka mencari rumput untuk ternak di sela bertani sehingga ongkos produksi untuk tenaga dan memberi makan hewan tidak dihitung.
"Dia tidak menghitung tenaganya, nilai pakan dan biaya lain yang dibutuhkan bulanan tidak dihitung sehingga mereka asal butuh biaya mereka jual sedapatnya bahkan tidak tinggi harganya," kata dia.
Dia mengatakan pengetahuan soal hewan ternak yang rendah itu membuat para peternak menjual dengan harga rendah. Di situlah peran HPDKI untuk turut mengedukasi masyarakat di 21 provinsi di Indonesia.
"Ketika di pedagang pasar ditawar Rp250 ribu -Rp300 ribu ya dia kasih. Padahal harga di pasaran Rp600 ribu - Rp800 ribu per ekor. Ini perlu kita edukasi, kami menggarap di situ sehingga pengetahuan memelihara bertambah, juga tingkat ekonominya bisa meningkat," kata dia.
Sementara itu, dia mengatakan harga hewan ternak jelang Idul Adha melonjak. Hal itu juga perlu edukasi bagi peternak rekanan HPDKI sehingga mereka dapat menjual dengan harga tinggi.
Jika di hari biasa, kata dia, peternak bisa mendapat margin keuntungan 15-20 persen maka saat jelang hari raya kurban bisa 50-60 persen atau sekitar Rp500- Rp600 ribu per ekor hewan kurban.
Baca juga: Baznas beli hewan kurban peternak desa picu perekonomian
Baca juga: Global Qurban ACT ajak warga Muslim meluaskan kebaikan berkurban
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019