"40 persen kematian ibu usai melahirkan karena terlambat diketahui, terlambat dirujuk dan terlambat ditangani," kata Profesor Muhammad Andalas.
Pernyataan ini disampaikannya usai penyerahan, Brevet Spesialis Obstetri dan Ginekologi kepada empat Alumni Fakultas Kedokteran Unsyiah yaitu, Lutfi Nugroho, Imam Zahari, Rizka Aditya, dan Dian Paramita di RSUDZA Banda Aceh, Senin.
Menurut dia, angka kematian ibu hamil masih di atas yang diharapkan. Selain itu, keterbatasan sarana prasarana juga menjadi musabab meninggalkan ibu setelah melahirkan.
"Angka kematian ibu melahirkan 2017, 174 kasus dan pada tahun 2018 menurun menjadi 150 kasus," sebut dia.
Lebih lanjut ia berharap para pengambil kebijakan dapat menyediakan sarana prasarana yang memadai bagi ibu yang melahirkan guna mengoptimalkan pelayanan medis.
"Paling penting adalah sarana dan prasarana harus di siapkan dengan baik. Ada 93 dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG) tersebar diseluruh rumah sakit se-Aceh," sebut Andalas.
Andalas juga mengingatkan para dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi (SpOG) mengambil kebijakan yang tepat dan seusai sumpah dokter yang telah diucapkan.
"Jangan melakukan sesuatu yang rasanya belum mampu dan terus berkoordinasi dengan rekan sejawat yang sudah berpengalaman," pesan Andalas kepada empat juniornya.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainal Abidin (RSUDZA) Azharuddin menyatakan, dokter dituntut memiliki peran kesalehan sosial yang tinggi agar menjadi duta-duta kesehatan di lingkungan sekitar.
"Kekompakan sesama dokter sangat penting dan selalu berkoordinasi dengan rekan sejawat agar pelayanan yang diberikan ke pasien tepat dan cepat," demikian kata Azharuddin.
Baca juga: Kematian ibu melahirkan di Majene meningkat
Baca juga: Kematian ibu melahirkan capai 100 per 100.000 kelahiran
Pewarta: Irman Yusuf
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019