Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) mendukung Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan atas kebijakan penetapan tarif cukai pada produk tembakau alternatif yaitu rokok elektrik yang telah diberlakukan sejak setahun terakhir...kami mohon pada pemerintah untuk memikirkan kembali besaran tarif cukai HPTL bagi industri baru ini, yang hampir 90 persen pelaku usahanya berasal dari UMKM
Ketua APVI, Aryo Andrianto dalam keterangannya di Jakarta, Senin, mengatakan DJBC telah menjalankan kebijakan dengan sangat baik sehingga berdampak positif pada pertumbuhan bisnis industri Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL).
Dia menjelaskan, DJBC hingga saat ini konsisten memberantas peredaran produk tembakau alternatif yang ilegal, terutama rokok elektrik. Konsistensi tersebut menciptakan iklim bisnis yang kondusif sehingga mendorong perkembangan industri.
“Kami optimis DJBC akan terus mempertahankan kinerja positif ini. Kami, pelaku usaha yang legal, siap mendukung DJBC demi mendorong pertumbuhan industri HPTL dan perekonomian negara,” ujarnya.
Baca juga: Pengamat: pemerintah perlu benahi cukai industri hasil tembakau
Pada Juli 2018, penerapan cukai HPTL efektif berlaku mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan No. 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam beleid tersebut, produk HPTL dikenakan tarif cukai sebesar 57 persen. Pada tahun 2018, industri baru itu menyumbang cukai Rp105,6 miliar.
Untuk tahun ini, DJBC menargetkan penerimaan Rp2 triliun. Meskipun demikian, Aryo berharap pemerintah menurunkan tarif cukai HPTL karena tarif cukai saat ini dinilai terlalu tinggi. Hal ini dikhawatirkan bakal mengancam kelangsungan industri.
“Di kategori rokok saja, merek rokok baru dari perusahaan baru bisa dikenakan tarif yang lebih rendah. Karena itu, kami mohon pada pemerintah untuk memikirkan kembali besaran tarif cukai HPTL bagi industri baru ini, yang hampir 90 persen pelaku usahanya berasal dari UMKM,” ujar Aryo.
Baca juga: Formasi: Kenaikan tarif cukai bisa perburuk industri hasil tembakau
Selain itu, pemerintah juga dinilai perlu mengubah sistem tarif cukai HPTL menjadi sistem nominal. Sistem tersebut akan memberikan kemudahan dari sisi administrasi, baik untuk pemerintah maupun pelaku usaha.
Dengan sistem tarif cukai prosentase yang diterapkan saat ini, pemerintah akan kesulitan dalam pengawasan dan penghitungan cukai produk HPTL.
“Sistem nominal diberlakukan untuk menghindari adanya kecurangan atau penghindaran cukai. Melalui sistem cukai nominal, produk HPTL ilegal atau yang tidak membayar cukai juga bisa ditekan. Sebaiknya, perubahan sistem cukai justru diikuti dengan penurunan beban cukai agar industri baru ini mendapat kesempatan untuk bertumbuh,” ujarnya.
Baca juga: YLKI: cukai tembakau yang tinggi upaya lindungi masyarakat
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019