Tim ACT dan Masyarakat Relawan Indonesia Maluku Utara (MRI Malut) Surachman Manan dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Rabu, mengatakan hanya beberapa warga yang terlihat beraktivitas di kampung ini karena sebagian besar sudah mengungsi di daerah gunung.
Anggota Dinas Kesehatan Halmahera Selatan Rachmat Junaidy menambahkan, air bersih menjadi kebutuhan mendesak korban gempa.
“Setelah gempa, sumber air bersih warga tidak lagi ada. Air menjadi keruh,” kata Rachmat.
Tidak hanya kelangkaan air bersih, makanan siap santap, selimut, perlengkapan bayi, dan kebutuhan sanitasi menjadi kebutuhan mendesak korban saat ini," kata dia.
Akses ke sejumlah lokasi terdampak pun cukup sulit. Tidak jarang, untuk menjangkau desa tertentu, para relawan dan petugas kesehatan harus menggunakan kapal cepat.
“Butuh bahan bakar yang cukup untuk menuju desa-desa itu. Sedangkan, bahan bakar lebih banyak tersedia di kota,” lanjut Rachmat.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat untuk tetap berhati-hati dan menjauhi bangunan retak karena dikhawatirkan ambruk bila terjadi gempa susulan.
"Masyarakat sebaiknya bila rumahnya sudah retak, sudah rusak, jangan dihuni lagi. Lebih baik berkumpul dengan saudara-saudara lain yang ada di pengungsian yang disediakan oleh pemerintah daerah,” ungkap Daryono Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG.
Gempa bumi berkekuatan 7,2 SR melanda Halmahera Selatan, Maluku Utara hingga menyebabkan kerusakan dan korban jiwa.
Melalui surat keputusan yang diterbitkan, Bupati Halmahera Selatan menetapkan status tanggap darurat penanggulangan bencana selama tujuh hari, sejak Senin (15/7) hingga Minggu (21/7).*
Baca juga: Polda Malut kerahkan tim "Trauma Healing" bantu korban gempa
Baca juga: Sembilan desa terdampak gempa Halsel terima bantuan Kemensos
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019