Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menyatakan perang terhadap stunting atau kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya.Selama tahun 2018 ada 60 ribu bayi di Kepri yang terpapar stunting.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kepri, Tjetjep Yudiana, menyebutkan selama tahun 2018 ada 60 ribu bayi di Kepri yang terpapar stunting.
"Tahun lalu ada sekitar 300 bayi yang lahir. Artinya 24 persen dari total bayi lahir itu ialah penderita stunting," kata Tjetjep Yudiana, di Tanjungpinang, Sabtu (20/7).
Menurut Tjetjep, kasus stunting yang terjadi di Kepri akibat faktor pola asuh yang kurang baik utamanya dalam pemberian makan kepada anak.
Ia mencontohkan, saat ini banyak orang tua yang membiasakan pemberian makan kepada bayi yang usianya di bawah enam bulan. Misalnya dengan memberikan pisang atau makanan pendamping yang banyak dijual di tempat perbelanjaan.
Baca juga: DPMK: dana desa Biak dapat dialokasikan pencegahan stunting balita
Padahal praktik itu, kata dia, tidak diperbolehkan. Sebab, bayi yang belum genap enam bulan wajib hanya diberikan Air Susu Ibu (ASI). Usus bayi yang belum genap enam bulan itu juga belum terlalu kuat untuk menampung makanan selain ASI.
"Jika diberikan makanan lain selain ASI dikhawatirkan bayi dapat terkena risiko penyakit diabetes, stroke, penyakit jantung, serta daya tahan tubuh juga akan melemah. Entah itu pada saat bayi atau dialami ketika penderita stunting beranjak dewasa,” ungkapnya.
Tjetjep pun mengimbau, para orang tua untuk meningkatkan pemahaman tentang gizi bagi anak. Terutama, bagi para ibu yang wajib memberikan ASI eksklusif minimal hingga bayi berusia 6 bulan.
“Kita juga berharap, setiap wanita yang akan menikah juga harus terlebih dahulu tahu dan paham tentang pemberian gizi kepada anak,” katanya berharap.
Baca juga: Dinkes Aceh Jaya: Kasus stunting masih tinggi
Baca juga: Yogyakarta tuntaskan PR setelah kasus "stunting" turun
Pewarta: Ogen
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019