• Beranda
  • Berita
  • Menakar kesiapan Indonesia masuki era kendaraan bermotor listrik

Menakar kesiapan Indonesia masuki era kendaraan bermotor listrik

21 Juli 2019 19:57 WIB
Menakar kesiapan Indonesia masuki era kendaraan bermotor listrik
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza memaparkan kendaraan bermotor listrik di Jakarta, Rabu (17/7/2019). (Antara/Katriana)

Kita sudah punya kobalt-nya, mangannya. Nah, sekarang ini teknologinya juga mulai dikembangkan

Pesona Jakarta sebagai ibu kota Indonesia menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai daerah untuk segala aktivitas, seperti ekonomi, industri, sosial, dan budaya.

Kepadatan aktivitas di ibu kota juga terjadi di kota-kota besar lain di Indonesia. Kepadatan aktivitas masyarakat tersebut semakin pula meningkatkan mobilitas mereka.

Tak bisa dimungkiri, hal itu menimbulkan dampak pencemaran udara di daerah perkotaan dan sekitarnya. Pencemaran udara yang kian meningkat dari hari ke hari semakin memperburuk kualitas udara.

Hal tersebut mendorong pemerintah, swasta, aktivis lingkungan, dan pihak lain untuk turut berperan aktif dalam mengatasinya.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga berperan aktif dengan melakukan penelitian dan pengembangan kendaraan yang ramah lingkungan.

"Ini merupakan ajang bagi kita semua, untuk melihat dan mendorong 'green technology', kendaraan yang ramah lingkungan," kata Kepala BPPT Hammam Riza.

BPPT optimistis bahwa kendaraan bermotor listrik (KBL) menjadi salah satu "disruptive technology" yang ditunggu-tunggu kehadirannya sebagai salah satu kendaraan yang ramah terhadap lingkungan.

"Indonesia memerlukan lompatan besar ke mobil listrik jika ingin udara dan lingkungan bersih," imbuh dia.

Ia mengharapkan kendaraan bermotor listrik tersebut bisa menjadi jaringan nilai baru yang menggantikan kendaraan dengan bahan bakar berbasis fosil.

"Tentu saja, inovasi baru ini harus disertai dengan upaya sosialisasi dan pengamatan terhadap seluruh perkembangan," imbuh dia.

Keinginan untuk mengembangkan kendaraan bermotor listrik juga dia harapkan mampu memberikan manfaat ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Karena kesiapan bangsa kita dalam memasuki KBL ini tentu saja perlu disambut dengan antusias yang tinggi untuk memberikan kesempatan kepada seluruh pelaku ekonomi untuk menjalankan kegiatan yang mendorong daya saing kendaraan bermotor listrik di Indonesia," kata Hammam

                                                                    Kesiapan
Sejak 2018, kata dia, BPPT telah menginisiasi percepatan kendaraan berbasis listrik dengan Pilot Project 2 unit fast charging station BPPT di lokasi BPPT Thamrin dan Serpong.

Unit tersebut memanfaatkan energi terbarukan sebagai sumber energi guna menyuplai "charging station" yang terkoneksi ke baterai mobil listrik.

BPPT juga telah bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan PT Mitsubishi Motor Kramayudha Sales Indonesia untuk uji coba kendaraan listrik.

"Ke depan, BPPT akan memfokuskan diri pada pengembangan teknologi 'fast charging station' untuk kendaraan roda empat dan roda dua dengan melibatkan industri dalam negeri," katanya.

BPPT juga akan fokus pada teknologi pengujian "battery cell" dan "pack" untuk mendukung industri baterai kendaraan listrik.

Penasihat Khusus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan bahwa semua pihak memang harus terus bergerak untuk dapat merealisasikan produk karya anak bangsa yang memang menjadi tujuan bersama.

"Kalau semua siap, tahun depan, berarti ini 'subject to' adanya kepastian dari kebijakan pemerintah," kata dia.

Dia mengatakan bahwa dorongan terhadap pengembangan KBL tersebut karena Indonesia memiliki pabrik material baterai di Morowali, Provinsi Sulawesi Selatan, yang baru didirikan pada 11 Januari 2019.

Jika peluang pengembangan KBL itu disambut baik investor, dia memperkirakan Indonesia akan dapat memproduksi 120 ribu unit sepeda motor listrik per tahun dengan perkiraan investasi sekitar satu triliun rupiah.

Dia kembali menegaskan pihak-pihak yang berkecimpung di bidang listrik mengatakan bahwa mereka siap untuk mengembangkan kendaraan bermotor listrik demi terciptanya kendaraan yang ramah lingkungan.

"Kami semua siap," katanya.

Namun, dia juga menekankan bahwa kendala yang dihadapi para pengembang saat ini bukan masalah teknologi, melainkan komitmen dan kepastian hukum.

"Perpresnya diharapkan untuk segera muncul terkait dengan insentif dan kepastian hukum bagi mereka yang 'invest'," katanya.

Selain itu, ujar dia, perlu keberpihakan pemerintah, industri, dan masyarakat dalam membuat ekosistem sehingga dapat mengembangkan motor listrik merek nasional.

Sementara itu, Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Putu Ardika mengatakan bahwa dalam enam tahun terakhir, jika dibandingkan dengan enam tahun sebelumnya, industri kendaraan bermotor Indonesia telah mencatatkan peningkatan hampir dua kali lipat.

"Kemampuan produksinya sudah meningkat sangat pesat dibandingkan enam tahun yang lalu," katanya.

Dalam membuat peta jalan dalam industri otomotif tersebut, ia menyebutkan tentang dua poin penting, di antaranya bahwa Indonesia sebenarnya sangat potensial untuk menjadi pemain utama dalam produksi kendaraan bermotor listrik pada 2030.

"Dalam 10,5 tahun lagi, kita akan dapat menjadi pemain utama produksi ini," katanya.

Ia mengatakan pemerintah telah berupaya untuk mempercepat pengembangan KBL sehingga dapat meningkatkan ekspor.

Dari sisi bahan baku baterai, Indonesia juga akan menjadi produsen nikel terbesar di dunia.

"Kita sudah punya kobalt-nya, mangannya. Nah, sekarang ini teknologinya juga mulai dikembangkan," katanya.

Terkait aturan hukum mengenai pengembangan KBL tersebut, Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) untuk Transportasi Jalan rencananya dikeluarkan pemerintah pada tahun ini.

Perpres tersebut akan mengatur kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan tidak termasuk kendaraan listrik jenis "hybrid" dan "plug-in hybrid".

Salah satu alasan aturan tersebut mengutamakan kendaraan yang hanya berbasis listrik karena Indonesia memerlukan lompatan besar jika ingin mewujudkan udara dan lingkungan yang bersih.

Aturan tersebut juga demi mendorong kemandirian industri, terutama industri baterai yang bahan bakunya disebutkan melimpah di Indonesia.

Baca juga: Pemerintah matangkan kendaraan listrik
Baca juga: Luhut pastikan Perpres kendaraan listrik segera terbit
Baca juga: Ini kata PLN tentang kendaraan listrik sebagai babak baru Indonesia

 

Pewarta: Katriana
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019