• Beranda
  • Berita
  • Walhi minta pemerintah bangun rumah sakit korban karhutla Kalteng

Walhi minta pemerintah bangun rumah sakit korban karhutla Kalteng

21 Juli 2019 21:08 WIB
Walhi minta pemerintah bangun rumah sakit korban karhutla Kalteng
Direktur Nasional organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati memberi keterangan dalam konferensi pers di Kantor Nasional Walhi di Jakarta Selatan, Minggu (21/7/2019). (Antara/Katriana)
Direktur Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati meminta pemerintah untuk membangun rumah sakit bagi korban yang terkena dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan Tengah pada 2015.

"Dalam salah satu tuntutan itu adalah para penggugat meminta tanggung jawab pemerintah untuk membangun rumah sakit khusus untuk gangguan paru-paru bagi korban," katanya dalam konferensi pers di Kantor Nasional Walhi di Jakarta, Minggu.

Tuntutan itu disampaikan menyusul putusan Mahkamah Agung yang memenangkan warga dalam gugatan citizen lawsuit (CLS) atas kebakaran hutan di Kalimantan Tengah pada 2015.

Baca juga: Walhi: Kalteng sudah diselimuti kabut asap

Nur Hidayati mengatakan sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhi tuntutan yang diajukan dalam gugatan kasus tersebut.

"Menjadi aneh ketika pemerintah melakukan PK (peninjauan kembali) atau menolak dalil-dalil yang diputuskan oleh berbagai level di pengadilan. Karena itu memang sudah jadi kewajibannya," katanya.

Penggugat di Kalimantan Tengah, kata dia, meminta pemerintah untuk memulihkan kembali hak-hak para penyintas yang sudah terganggu kesehatannya.

Banyak dari hak-hak para penyintas terabaikan setelah terkena dampak dari berbagai bencana ekologis, terutama dampak kebakaran hutan dan lahan.

Karena itu, Walhi meminta pemerintah untuk segera memenuhi kewajibannya, salah satunya dengan membangun rumah sakit khusus bagi korban yang terkena gangguan paru-paru akibat kabut asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan.

"Karena yang jadi korban bukan hanya orang dewasa, tetapi juga banyak anak-anak kecil dan balita," katanya.

"Karena itu, sebenarnya sesuatu yang sangat wajar dan seharusnya memang dipenuhi oleh pemerintah," imbuhnya.

Baca juga: 1.048 peserta mendaftar ikut pawai tolak plastik
Baca juga: Kampanye tolak plastik sekali pakai disuarakan 49 elemen masyarakat
Baca juga: Menunggu kepastian masa depan hutan Indonesia

Pewarta: Katriana
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019