• Beranda
  • Berita
  • 30,4 persen balita "stunting" Mahakam Hulu ditangani Dinkes

30,4 persen balita "stunting" Mahakam Hulu ditangani Dinkes

23 Juli 2019 13:31 WIB
30,4 persen balita "stunting" Mahakam Hulu ditangani Dinkes
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Kalimatan Timur, Agustinus Teguh Sntoso. (FOTO ANTARA/ M Ghofar)

Sebagai langkah pencegahan "stunting" ibu hamil disarankan memerhatikan tumbuh kembang bayi mulai dalam perut, terutama di 1.000 hari pertama kehidupan karena di tahap usia ini anak mengalami pertumbuhan pesat

Dinas Kesehatan Kabupaten Mahakam Ulu, ProvinsinKalimantan Timur, hingga kini terus berupaya menangani 30,4 persen anak usia di bawah lima tahun yang dalam keadaan tubuh kerdil (stunting), berdasarkan pendataan pada 2017.

"Bagi anak yang sudah terlanjur stunting, perlu intervensi sebelum pertumbuhannya berhenti. Sedangkan untuk pecegahan, perlu asupan gizi cukup mulai janin hingga anak usia 2 tahun atau 1.000 hari pertama kehidupan," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mahakam Hulu Agustinus Teguh Santoso, di Ujoh Bilang, ibu kota daerah itu, Selasa.

Ia menjelaskan dalam kaitan pengobatan atau intervensi mereka yang "stunting" perlu diperhatikan pada masa pertumbuhannya, umumnya bagi perempuan pertumbuhan berhenti di usia 20 tahun, sedangkan laki-laki pada usia 30 tahun.

Sebelum pertumbuhan itu berhenti, katanya, asupan gizi seimbang harus mendapat perhatian dari orang tua, terutama di usia 9 tahun yang menjadi masa paling perlu mendapat perhatian karena anak mengalami lompatan pertumbuhan cepat di usia ini.

Sedangkan sebagai langkah pencegahan "stunting", kata dia, ibu hamil disarankan memerhatikan tumbuh kembang bayi mulai dalam perut, terutama di 1.000 hari pertama kehidupan karena di tahap usia ini anak mengalami pertumbuhan pesat.

"Ibu perlu memastikan kebutuhan gizi anak tercukupi pada 1.000 hari pertama agar tumbuh kembang anak tidak mengalami gangguan. Gizi yang cukup tidak harus mahal karena bisa diperoleh dari pekarangan seperti sayur, pisang, papaya, dan jenis buah lain," katanya.

Ia menjelaskan bahwa siklus kehidupan dimulai dari janin ketika ibu hamil, sehingga mulai saat itu ibu harus memastikan bahwa asupan gizi yang dikonsumsi terpenuhi. Sedangkan ketika bayi sudah lahir, maka yang diperhatikan adalah ASI dan makanan tambahannya.

"Kesehatan akan mahal ketika kita tidak berusaha mencegah. Tapi kesehatan akan murah ketika kita aktif melakukan pencegahan. Untuk mencegah jangan sampai stunting, ibu perlu memperhatikan asupan gizi seperti rutin mengkonsumsi kacang hijau, buah, dan makanan tambahan bagi anak," katanya.

Di Provinsi Kaltim, kata dia, balita dalam keadaan "stunting" tercatat ada 30,6 persen. Rinciannya adalah "stunting" berasal dari Kota Bontang sebesar 32,4 persen, Kabupaten Kutai Timur terdapat 32,2 persen, Kabupaten Penajam Paser Utara ada 31,9 persen.

Kemudian di Kabupaten Paser tercatat ada 31,8 persen, di Kota Samarinda ada 28,8 persen, Kota Balikpapan ada 30,3 persen, Kabupaten Mahulu ada 30,4 persen, dan Kabupaten Berau tecatat memiliki 30,5 persen balita "stunting".

Jumlah balita "stunting" sebesar itu, katanya, tergolong tinggi karena menurut organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO), persentasenya terbagi dalam empat kategori.

Kategori pertama, status rendah dengan skor 20 persen ke bawah, kategori dua, medium dengan skor 20-29 persen, kategori tiga, status tinggi yang angkanya antara 30-39 persen, dan kategori empat status sangat tinggi dengan skor 40 persen ke atas, demikian Agustinus Teguh Santoso.

Baca juga: Pemkab Mahakam Ulu-UWKS kerja sama cetak dokter

Baca juga: Mahulu targetkan "zero" kampung sangat tertinggal 2021

Baca juga: APBN-APBD berhasil bangun 327 infrastrukur perbatasan

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019