Menekan angka kekerdilan di Maluku

23 Juli 2019 14:01 WIB
Menekan angka kekerdilan di Maluku
Widya Pratiwi, Duta Parenting Maluku yang juga Ketua Tim Penggerak PKK. (Shariva Alaidrus)
Gangguan pertumbuhan tinggi badan anak sejak masih balita hingga berusia dua tahun atau stunting selama ini rupanya kurang menjadi perhatian khalayak.

Padahal salah satu faktor pemicu kekrdilan (stunting) adalah asupan gizi yang tidak memadai semenjak balita, sehingga kebanyakan masyarakat umum hanya lebih mengetahui penyakit busung lapar saja yang berkaitan erat dengan masalah kurang gizi atau gizi buruk.

Hasil riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan RI menyebutkan jumlah balita kerdil di Maluku mencapai 34,1 persen dari setiap kelahiran bayi dan ukup mencengangkan.

Kondisi ini sebenarnya dipicu berbagai faktor mulai dari keberadaan keluarga yang ekonominya masih rendah, asupan gizi bagi ibu hamil maupun anaknya yang minim hingga penyusunan program pemberdayaan dari berbagai sektor oleh pemerintah yang belum terlalu menyentuh.

"Kalau angka balita kerdil di Maluku disebutkan mencapai 34,1 persen maka itu sangat mengkhawatirkan, karena bila 30 persen dari 100 bayi yang lahir maka ada 30 balita yang masuk kategori kerdil," kata Sekretaris Komisi D DPRD Maluku, Temy Oersipuny di Ambon.

Kondisi itu merupakan persoalan yang serius. Negara membutuhkan anak-anak bangsa yang cerdas serta berprestasi dan sudah memiliki tingkat pertumbuhan yang normal dan sehat sejak masih balita.

Dia terkejut dan merasa tidak masuk akal dengan penyajian data Kemenkes RI atas hasil riset pada balita di Maluku.

"Kalau dilihat secara kasat mata nampaknya tidak seperti begitu, dan pertanyaannya apakah data ini bisa dipertanggungjawabkan atau tidak," kata Temy.

Namun di sisi lain, bila data yang disajikan ini memang benar dan sesuai fakta di lapangan maka DPRD harus bersikap serius, begitu juga dengan dinas/instansi terkait.

Politikus Partai Hanura di DPRD Maluku ini menyambut positif langkah pemerintah pusat dan daerah yang memberi perhatian pada masalah kekerdilan anak, termasuk menunjuk isteri Gubernur Maluku, Widya Pratiwi Ismail sebagai Duta Parenting (pengasuhan anak).

"Legislatif berharap dengan adanya penunjukan ketua tim penggerak PKK Provinsi Maluku sebagai Duta Parenting bisa membuat program-program yang menyentuh langsung masyarakat termasuk para ibu hamil agar masalah ini bisa diatasi secara bertahap," katanya.

Pengukuhan Widya Pratiwi yang juga istri dari Gubernur Maluku Murad Ismail itu dilakukan Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Ditjen Keselamatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Kartini Rustadi.


Advokasi masyarakat

Duta Parenting Maluku, Widya Pratiwi mengatakan kekerdilan merupakan ancaman bagi pertumbuhan anak-anak Maluku sehingga dirinya bertekad selama lima tahun ke depannya akan berupaya untuk mengadvokasi masyarakat dan pemerintah daerah guna menurunkan angka kekerdilan.

Caranya, selaku ketua tim penggerak PKK tingkat provinsi akan melibatkan anggota tim penggerak PKK di 11 kabupaten/kota untuk bergerak bersama, karena pencegahan kekerdilan juga berkaitan dengan enam program pokok PKK di Maluku.

"Kenapa saya mau dijadikan Duta Parenting cegah kekerdilan, karena saya melihat ada 34,1 persen kekerdilan di Maluku. Ini merupakan ancaman bagi anak-anak Maluku dan diharapkan dalam lima tahun mendatang angka kekerdilan tidak lagi mengalami kenaikan," kata Widya.

Sebagai langkah awal, dalam waktu dekat akan dilakukan sosialisasi pencegahan kekerdilan kepada masyarakat di tiga kabupaten yang memiliki angka cukup tinggi, yakni Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Seram Bagian Barat serta Kabupaten Kepulauan Aru.

Sosialisasi ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, bagaimana mencegah kekerdilan kepada anak yang dimulai dari menjaga kesehatan dan kecukupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan.

"Pastinya saya akan menggerakkan kader-kader PKK untuk pencegahannya.. Dalam waktu dekat setelah HUT PKK, kita akan turun ke tiga lokasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat setempat," ujarnya.

Kekerdilan merupakan gangguan pertumbuhan tinggi badan anak yang tidak sesuai dengan usianya. Gangguan tersebut berkaitan dengan asupan gizi dan berbagai faktor lainnya, termasuk perilaku dan lingkungan, salah satunya adalah pola asuh.

Pencegahan kekerdilan menjadi isu penting yang tengah digalakkan oleh Kemenkes, karena berdampak pada pembentukan otak dan tingkat kecerdasan berpikir anak.

Angka rata-rata kekerdilan nasional 30,2 persen per jumlah kelahiran dan saat ini Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur berada pada posisi tertinggi di Indonesia.

Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Ditjen Keselamatan Masyarakat Kemenkes Kartini Rustadi mengatakan 40 persen masalah kekerdilan bersifat spesifik yang bisa ditangani oleh kesehatan, tapi 60 persennya bersifat sensitif dan harus didukung oleh program-program lintas sektor lainnya.

Misalnya, perlu ada dukungan Dinas Pertanian, Perikanan dan Ketahanan Pangan, termasuk Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang sangat dibutuhkan guna menciptakan lingkungan yang baik bagi tumbuh kembang anak.

"Kesehatan tidak bisa berjalan dengan baik tanpa dukungan yang lain karena kekerdilan bukan hanya soal gizi tapi dari berbagai aspek. Peran duta adalah mengadvokasi bagaimana meyakinkan tentang perlu bersama-sama mengatasinya dan ini yang harus dilakukan di Indonesia," kata Kartini saat pelantikan Duta Parenting Maluku di Ambon beberapa waktu lalu.


RPJMD

Kadis Kesehatan Provinsi Maluku dr. Meykal Pontoh menjelaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Maluku telah fokus pada program pemberdayaan masyarakat, termasuk dalam pencegahan kekerdilan yang menyentuh langsung lapisan masyarakat terbawah, yaitu keluarga.

Menurut dia, selama ini kelemahan di Maluku ada pada koordinasi lintas sektoral sehingga Duta Parenting akan menjadi advokasi, yakni melakukan pendekatan kepada pemda di kabupaten/kota sampai ke jajaran terbawah.

Apalagi ada Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Barat dan Kepulauan Aru yang angkanya cukup tinggi.

Sementara Data Global Nutrition Report 2016 mencatat jumlah balita kerdil sebanyak 36,4 persen dari seluruh balita di Indonesia.

Kekerdilan mencerminkan kekurangan gizi kronis selama periode paling awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Umumnya bagi seorang anak yang mengalami kurang gizi kronis, proporsi tubuh akan tampak normal, namun kenyataannya lebih pendek dari tinggi badan normal untuk anak-anak seusianya.

Untuk mencegah kekerdilan, perlu dilakukan beberapa langkah antara lain seorang ibu harus mengkonsumsi nutrisi yang dibutuhkan selama hamil dan nutrisi yang dibutuhkan selama menyusui, lalu memberi nutrisi yang baik kepada balitanya seperti memberikan ASI eksklusif dan nutrisi penting lainnya seiring pertambahan usia.

Selain itu perlu menerapkan pola hidup bersih dan sehat, terutama mencuci tangan sebelum makan, meminum air yang aman, mencuci peralatan makan dan peralatan dapur, membersihkan diri setelah buang air besar atau kecil, serta memiliki sanitasi yang ideal (toilet yang bersih).

Pencegahan atau antisipasi diperlukan karena kekerdilan sudah tidak bisa dipulihkan lagi bila anak memasuki usia dua tahun.*

Baca juga: 30,4 persen balita "stunting" Mahakam Hulu ditangani Dinkes

Baca juga: Membebaskan anak-anak Ternate dari stunting

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019