"Kita masih melakukan investigasi yang mendalam terkait dari asal-muasal gas yang menimbulkan Buble," ujar Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Dharmawan H Samsu saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, akibat adanya gelembung gas ini menyebabkan salah satu kaki anjungan tidak stabil dan memaksa Pertamina untuk mengevakuasi seluruh karyawannya.
Dharmawan menjelaskan kronologi awal terjadi gelembung yang terjadi pada 12 Juli 2019. Sekitar pukul 01.30 WIB pada saat melakukan re-entry di sumur YYA-1 pada kegiatan re-perforasi muncul gelembung gas di anjungan YY dan Rig Ensco-67 ONWJ.
"Sumur YYA-1 merupakan sumur eks eksplorasi YYA-4 yang dibor tahun 2011," kata dia.
Kemudian pada tanggal 14 Juli, Pertamina langsung mengevakuasi seluruh pekerja dari anjungan dan sekitar area tersebut ke tempat yang aman. Keesokan harinya, PHE ONWJ menyatakan keadaan darurat dan langsung bersurat ke SKK Migas dan ESDM.
Tanggal 16 Juli, mulai terlihat lapisan minyak di permukaan laut sekitar blok ONWJ, di samping gelembung gas yang masih terus terjadi. Pada 17 Juli tumpahan minyak mulai terlihat di sekitar anjungan.
"Tanggal 18 Juli, tumpahan minyak mulai mencapai pantai ke arah barat. Jarak anjungan dengan garis pantai Karawang sekitar dua kilometer," kata dia.
Saat ini Pertamina telah melibatkan perusahaan Boots and Coots dari Amerika Serikat (AS), untuk mengatasi tumpahan minyak serta mencari penyebab pasti munculnya gelembung gas tersebut.
"Boots and Coots ini memiliki pengalaman yang teruji seperti menangani kasus serupa dengan skala lebih besar di Teluk Meksiko. Indikasi sementara terjadi anomali tekanan pada saat pengeboran YYA-1sehingga menyebabkan gelembung gas yang diikuti oil spill," kata dia.
Baca juga: Tangani gelembung gas anjungan Laut Jawa, Pertamina kirim tim ahli
Baca juga: Pertamina kerahkan SDM terbaik tangani peristiwa di anjungan Laut Jawa
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019