Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) meminta pemeriksaan psikologi terhadap anggota Polri secara rutin dilakukan enam bulan sekali untuk mengantisipasi penyalahgunaan senjata api.Perlu pemeriksaan psikologi dilakukan sekali setiap enam bulan
"Perlu pemeriksaan psikologi dilakukan sekali setiap enam bulan," kata Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Saputra Hasibuan, dalam keterangan tertulis kepada Antara, di Jakarta, Jumat.
Edi menjelaskan tes kejiwaan saat rekrutmen keanggotaan baru sebenarnya sudah dilakukan dengan baik, termasuk sistem izin pemberian senjata api ke anggota sebetulnya juga sudah berjalan.
Baca juga: Peristiwa polisi tembak polisi di Polsek Cimanggis, karena tersinggung
"Namun demikian, yang namanya kejiwaan anggota itu sulit dideteksi setiap saat," katanya.
Menurut dia, keterbatasan anggaran juga menjadi alasan tidak dijalankannya tes psikologi secara berkala di kalangan kepolisian.
Selama ini, kata Edi, pemeriksaan psikologi berkala acap tidak dilakukan anggota polisi karena kesibukan dan juga anggaran kegiatan yang tidak tersedia, apalagi enam bulan sekali.
Baca juga: Polisi ditembak polisi, jenazah dibawa ke RS Polri Kramat Jati
Senada, Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan mekanisme tes psikologi setiap enam bulan sekali pagi anggota Polri pemegang senjata api sebenarnya sudah ada.
Namun, diakui dia, mekanisme itu tidak dijalankan secara baik karena berbagai alasan, salah satunya keterbatasan anggaran.
Bahkan, kata dia, setiap anggota polisi yang baru pulang bertugas di daerah rawan konflik, misalnya Papua, Aceh, atau Poso sesuai standar operasional prosedur (SOP) harus dites psikologi dulu sebelum bertugas.
Baca juga: Polisi OKU Timur tembak mati pelaku perampokan
"Anggota polisi yang baru pulang dari tugas, BKO (bawah kendali operasi) di daerah rawan konflik, harus ikut psikotes dulu. Karena tugas ini bisa mempengaruhi psikologi mereka," kata Neta.
Sebelumnya, terjadi penembakan terhadap Bripka RE oleh Brigadir RT di Polsek Cimanggis, Depok, Kamis (25/7) malam, karena RT merasa kesal permintaannya tak dituruti korban RE.
Perselisihan bermula dari RE yang juga anggota Samsat Polda Metro Jaya mengamankan seorang pelaku tawuran berinisial FZ, pada Kamis malam.
Baca juga: Melawan saat ditangkap, polisi tembak tiga spesialis pembobol mobil
Kemudian datang orangtua pelaku berinisial Z bersama dengan Brigadir RT ke Polsek Cimanggis, yang meminta dengan nada keras agar FZ dibina oleh orang tuanya.
Bripka RE menolak dengan nada keras sembari menjelaskan bahwa proses sedang berjalan. Brigadir RT yang naik pitam kemudian menembak Bripka RE hingga meninggal di lokasi.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019