"Ada sosin, bayam, kangkung, sawi bahkan cabai," kata Giman, salah seorang warga yang mengolah lahan kritis Sungai Ciliwung saat ditemui di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Sungai Ciliwung menjadi lautan sampah
Dia menceritakan bahwa sampah plastik dan kain bekas adalah musuh utama yang harus dia hadapi saat mengolah lahan kritis tersebut.
"Saya butuh waktu dua bulan untuk membersihkan lahan dari sampah plastik dan kain. Kalau enggak dibersihkan, sayuran enggak akan tumbuh karena tanah terhalang sampah," ujarnya.
Baca juga: 9.300 orang ikut aksi Bebersih Ciliwung2019
Di lahan bedeng seluas sekitar 100 meter persegi itu tumbuh sayur bayam, sosin, kangkung, dan cabai yang dipanen satu sampai dua kali dalam sepekan.
"Jualnya nanti ke pasar Inpres Kebun Melati. Dari lahan kritis ini bisa dapat Rp1 juta sebulan, itu penghasilan bersih," tuturnya.
Saat musim kemarau, lahan pertanian itu hanya mendapat pasokan air dari Sungai Ciliwung yang notabene hitam dan bau akibat limbah. Giman menyiram sayurannya tersebut saat luberan air datang mendorong limbah sungai.
"Saya siram malam hari, sehabis Isya, karena ada luberan air dari hulu yang membuat sungai cenderung bersih. Siramnya dua kali sehari, pagi dan malam," jelas pria bekerja sebagai kontraktor bangunan tersebut.
Lebih lanjut Giman menuturkan dengan adanya kebun sayuran di bantara Sungai Ciliwung menyuguhkan pemandangan yang menarik.
"Pihak kelurahan bilang akan bantu penyediaan bibit dan meminta saya mengolah lahan baru di dekat pintu air," ucapnya.
Sementara itu, Slamet, warga lain, menanam sayuran untuk mencukupi kebutuhan hidup dan rumah tangga. Dia menanam sayuran di atas lahan kritis bantaran Sungai Ciliwung.
"Sebagian (hasil panen) dijual dan sebagian lagi dimakan," ujarnya.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019