Otoritas bandara mengatakan sejumlah operasi tetap berjalan normal akan tetapi penumpang diimbau agar datang lebih awal mengingat kemungkinan adanya gangguan penerbangan.
Hong Kong, bekas koloni Inggris yang kembali ke China pada 1997 terseret dalam krisis politik paling buruk selama beberapa dekade setelah dua bulan aksi protes kekerasan meningkat menjadi salah satu tantangan terberat bagi pemimpin China Xi Jinping sejak pelantikannya.
Aksi protes yang menjamur hampir setiap hari menyaksikan perusakan kantor perwakilan utama China akhir pekan lalu. Hal tersebut memicu peringatan dari China bahwa ini merupakan serangan terhadap kedaulatan China.
Sikap marah yang dimulai dari tanggapan terhadap RUU ekstradisi yang kini ditangguhkan, yang akan memungkinkan terdakwa diekstradisi ke daratan China untuk diadili, kini mencakup tuntutan demokrasi yang lebih besar, pengunduran diri kepala eksekutif Hong Kong, Carrie Lam dan bahkan pengusiran turis China dari Hong Kong.
Sejumlah pengunjuk rasa, yang menggunakan helm dan melakukan aksi duduk di area kedatangan, mengangkat plakat yang meminta pemerintah untuk mencabut RUU ekstradisi sepenuhnya, sambil meneriakkan "Bebaskan Hong Kong".
"Dunia telah menyaksikan kami dalam beberapa pekan belakangan," kata Jeremy Tam, mantan pilot sekaligus anggota dewan yang menjadi panitia aksi protes bersama dengan karyawan sektor penerbangan lainnya.
"Kami yakin bahwa bandara merupakan cara paling tepat untuk memberitahu semua turis tentang apa yang sedang terjadi di Hong Kong."
Sumber: Reuters
Baca juga: Bursa saham Hong Kong ditutup melemah, Hang Seng turun 0,69 persen
Baca juga: Polisi Hong Kong amankan 47 orang pascarusuh
Baca juga: Pemimpin Hong Kong berusaha temui mahasiswa setelah unjuk rasa massal
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019