"Hujan yang tidak turun membuat saya terpaksa menyiram tanaman dengan air sungai," kata Giman, petani sayuran yang mengolah lahan di Kebun Melati, Jakarta Pusat, Jumat.
Baca juga: Musim kemarau, air Sungai Ciliwung semakin hitam dan berbau
Baca juga: Satgas Ciliwung temukan warga terindikasi buang limbah medis
Baca juga: Warga Jakarta tanam sayuran di bantaran Sungai Ciliwung
Giman menuturkan untuk membuat sayurannya tetap tumbuh, dia harus menyiram dua kali dalam sehari yaitu pagi dan malam.
"Penyiraman semestinya pagi dan sore, tapi karena limbah, saya siram malam hari sehabis Isya karena ada luberan air dari hulu yang membuat sungai cenderung bersih," ujarnya.
Ketika tidak ada hujan, Sungai Ciliwung menjadi satu-satunya sumber air bagi para petani yang mengolah lahan pertanian di wilayah itu.
Warga lain, Warmin, yang bekerja sebagai nahkoda perahu getek di Jatipulo, Jakarta Barat, menuturkan musim kemarau membuat debit air sungai menurun sehingga dia kesulitan saat menarik perahu untuk menyeberangi sungai.
"Kemarau, perahu lebih sulit ditarik karena dorongan (arus sungai) lemah, jadi perlu tenaga lebih," ungkapnya.
Sementara itu puluhan keluarga yang memanfaatkan air sumur di Cideng, Jakarta Pusat, yang menetap di pinggiran rel kereta api dekat Sungai Ciliwung, mengeluhkan air sumur mereka berbau timbal dan berminyak.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019