Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menyatakan pemerintah perlu benar-benar mengatasi ancaman kekeringan karena dapat mengakibatkan gagal panen yang mempengaruhi harga komoditas pangan.Pemerintah harus mewaspadai kemungkinan melonjaknya harga pangan.
"Ancaman gagal panen tidak lepas dari adanya kekeringan akibat musim kemarau yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia," kata Galuh Octania dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah harus mewaspadai kemungkinan melonjaknya harga pangan.
Galuh mengingatkan bahwa kekeringan menyebabkan banyak petani yang memilih untuk tidak menanam demi menghindari kerugian.
Ia berpendapat bahwa memproduksi bahan pangan yang berlebih sebelum kekeringan terjadi mungkin saja dapat menjadi solusi untuk stok bahan pangan. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah bahwa bahan pangan merupakan bahan yang cepat busuk dan cepat berkurang kualitasnya jika disimpan dalam waktu yang lama.
Baca juga: CIPS: Kerja sama pemerintah-swasta diperlukan di bidang pangan
"Masyarakat akan lebih memilih bahan makanan yang segar. Hal ini tentu menjadi potensi kerugian bagi para pedagang. Untuk itu, pemerintah dapat mengupayakan agar bahan pangan yang sudah diproduksi dapat tersebar secara maksimal, semisal saja dengan sistem pergudangan dengan teknologi yang baik untuk menyimpan makanan. Kerja sama pemerintah dengan sektor swasta dapat dilakukan untuk mengembangkan hal ini," ungkapnya.
Ia pun menambahkan, pemerintah perlu menjalankan sistem pendataan bahan pangan yang terkoneksi antara satu institusi dengan institusi lainnya.
Data yang terkoneksi dan akurat itu, ujar dia, diperlukan untuk menentukan apakah stok bahan pangan masih cukup dan juga untuk pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
"Pada akhirnya, di luar usaha pemerintah untuk mengatasi gagal panen di Indonesia, tindakan pencegahan harus diperhatikan agar kejadian kekeringan yang mengakibatkan melonjaknya harga pangan tidak terulang kembali," ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian menyatakan kekeringan yang melanda areal sawah di berbagai daerah pada musim kemarau bisa diatasi dengan pompanisasi dan pembuatan embung air.
"Kita masih mencari solusi. Tapi untuk sementara ini, bisa dengan pompanisasi dan pembuatan embung air," kata Sarwo Edhi, Kepala Ditjen Prasarana dan Sarana Kementan, saat meninjau sawah kekeringan di Purwakarta, Rabu (24/7)
Untuk pompanisasi, selama tiga tahun terakhir pemerintah pusat telah menyalurkan bantuan 100 ribu mesin pompa di seluruh Indonesia.
Pada tahun ini, kata dia, sudah ada sekitar 20 ribu permohonan bantuan pompanisasi. Selain itu, banyak pula petani yang meminta bantuan selang air sepanjang 7.390 meter.
Sarwo Edhi mengatakan untuk pembangunan embung, bagi yang akan mengajukan ada syaratnya. Di antara syarat itu ialah pembangunan embung harus di lahan milik desa, lahan pemerintah ataupun lahan hibah dari masyarakat.
Syarat itu diberlakukan agar pembangunan embung tidak sia-sia, aman dan bisa dimanfaatkan seluruh petani.
Baca juga: PJT II optimalkan pengelolaan pasokan air untuk sawah selama kemarau
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019