• Beranda
  • Berita
  • Kemenhub bahas rumusan konvensi perlindungan maritim IMO

Kemenhub bahas rumusan konvensi perlindungan maritim IMO

29 Juli 2019 15:14 WIB
Kemenhub bahas rumusan konvensi perlindungan maritim IMO
Pelatigan mengenai hukum, kebijakan dan reformasi internal atau legal, lolicy and internal reform (LPIR) konvensi perlindungan maritim Organisasi Maritim Internasional (IMO). (Kemenhub)

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian  Perhubungan bekerja sama dengan Organisasi Maritim Internasional (IMO) membahas rumusan konvensi perlindungan maritim dengan menggelar pelatihan mengenai hukum, kebijakan dan reformasi internal (legal, policy and internal  reform/LPIR).

“Pelatihan ini dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang undang-undang dan peraturan, kebijakan, dan reformasi internal terkait implementasi konvensi perlindungan maritim IMO yang menjadi fokus Indonesia pada kegiatan MEPSEAS, yaitu Konvensi Manajemen Air Ballas, 2004, Sistem Anti-Teritip, 2001, dan MARPOL Annex V terkait pencemaran dari sampah kapal,” kata Kepala BPSDM Kemenhub Umiyatun Hayati Triastuti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Hayati menjelaskan bahwa setelah Indonesia meratifikasi konvensi internasional dan menjadi bagian terhadap konvensi tersebut, maka pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan internalisasi konvensi tersebut di dalam aturan nasionalnya.

IMO melalui Integrated Technical  Cooperation Program  membantu negara-negara anggotanya untuk melakukan percepatan proses internalisasi konvensi tersebut ke dalam aturan dan instrumen nasional di masing-masing negara.

“Hasil dari training course ini diharapkan dapat membantu unit kerja terkait untuk merumuskan rancangan legislasi sehingga kedua konvensi tersebut dalam diimplementasikan secara efektif,” kata Hayati.

Sementara itu, Direktur Perkapalan dan Kepelautan Kementerian Perhubungan Capt. Sudiono mengatakan bahwa Indonesia dengan Filipina, Kamboja, Myanmar, Thailand dan Vietnam, yang tergabung dalam Marine Environment Protection of South East Asia Seas (MEPSEAS) yang didukung oleh IMO dan NORAD menyelenggarakan proyek MEPSEAS dimaksud untuk empat tahun periode 2018-2021.

Berdasarkan hasil dari 1st High Level Regional Meeting MEPSEAS pada 25-27 Juni 2018 di Bali, menghasilkan beberapa kesepakatan di antaranya pembentukan satuan tugas nasional, pemilihan konsultan nasional dan menominasikan Institusi Pelatihan Nasional (National Training Institute) sebagai wadah pelatihan yang menyelenggarakan program-program pelatihan dan workshop di dalam kerangka MEPSEAS Project.

“Di tingkat nasional, STIP sebagai National Training Institute yang telah diusulkan kepada IMO akan menjadi institusi pelaksanaan program-program pelatihan khusus yang menjadi cakupan MEPSEAS project, khususnya untuk implementasi dua konvensi yaitu Ballast Water Management Convention dan Anti Fouling System Convention,” kata Sudiono.

Sejak ratifikasi Konvensi Sistem Anti Fouling 2014 dan konvensi Pengelolaan Air Ballast masing-masing pada 2014 dan 2015, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan pelaksana, namun peraturan tersebut belum diterapkan secara efektif.

Sudiono menegaskan, Indonesia berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan instrumen IMO terkait perlindungan lingkungan laut.

Dia berharap melalui keterlibatan aktif dalam Proyek Perlindungan Lingkungan Laut Asia Tenggara atau MEPSEAS ini dapat mengimplementasikan konvensi yang telah diratifikasi secara penuh dan efektif.

Pada Mei 2019, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah mengirimkan empat orang perwakilan untuk mengikuti training terkait LPIR di Singapura dan pada kegiatan hari ini akan dilatih lebih banyak orang lagi.

Pada kesempatan yang sama, Konsultan IMO Guillame Drille mengatakan pihaknya akan membantu pemerintah Indonesia sepenuhnya agar mampu mengimplementasikan secara efektif berbagai konvensi yang telah diratifikasi, terutama yang terkait dengan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim seperti implementasi Konvensi Sistem Anti Fouling dan konvensi Pengelolaan Air Ballast.

“Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Sistem Anti Fouling dan konvensi Pengelolaan Air Ballast sejak tahun 2014 dan 2015. Melalui training ini, kami akan memberi dukungan dan membantu secara penuh bagaimana cara mengimplementasikannya dengan baik,” katanya.

Baca juga: Sidang IMO usulkan anggota dewan menjadi 52 negara
Baca juga: Indonesia tunjukkan peran negara kepulauan terbesar di sidang IMO
Baca juga: Menhub optimistis negara sahabat dukung Indonesia masuk anggota IMO

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019