"Pengalaman dari 2019 lalu, dengan PKPU 2018, karena tidak ada di undang-undang yang menegaskan bahwa tidak ada pasal yang menyebutkan napi koruptor dilarang menjadi caleg DPR, maka menjadi tidak kuat," ujar Komisioner KPU Ilham Saputra ketika ditemui di gedung KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis.
Sebelumnya, KPU mendukung wacana pelarangan mantan narapidana yang terbukti terlibat dalam kasus korupsi untuk ikut dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan diselenggarakan pada 2020.
Baca juga: Aturan larangan bekas koruptor harus diperkuat revisi UU Pilkada
Larangan tersebut rencananya akan dimasukkan dalam peraturan KPU (PKPU). Namun untuk memperkuat aturan itu perlu dilakukan revisi Undang-Undang No.10 Tahun 2016 Tentang Pilkada yang harus dilakukan oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurut Ilham, KPU tidak ingin mengulang kejadian ketika Bawaslu mengabulkan gugatan agar PKPU napi koruptor dilarang menjadi caleg DPR dibatalkan, dengan alasan aturan tidak terdapat di undang-undang.
"Orang-orang yang pernah korupsi kita tolak kemarin kan, tapi Bawaslu mengabulkan dengan alasan tidak ada di undang-undang," tegasnya.
Baca juga: Fahri: Larangan mantan napi koruptor ikut pilkada bukan domain KPU
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah berkomentar mengenai wacana KPU RI memasukkan aturan larangan bagi mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi ikut Pilkada 2020 di dalam PKPU.
Dia menegaskan bahwa kewenangan membuat aturan larangan mantan napi koruptor mengikuti Pilkada ada di tangan DPR bukan KPU.
"KPU RI itu jaga administrasi penyelenggaraan Pemilu saja, jangan ikut membuat politik penyelenggaraan Pemilu karena itu domainnya DPR, domain politik," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019