"Sejak 2018 hingga Desember 2019 adalah masa observasi yang melibatkan pihak PT Holcim Semen Indonesia. Baru pada tahun 2020 akan beroperasional optimal," katanya di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Dinas: Pengolahan sampah DKI Rp3,7 triliun imbas perilaku warga
Menurut Asep, proses observasi Refused Derived Fuel (RDF) sebagai bahan bakar pengganti batu bara difokuskan di Zona IV B 2 TPST Bantargebang seluas 1,2 hektare.
Observasi menyasar gundukan sampah eksisting setinggi 20 s.d. 40 meter untuk menilai kadar serta kualitas sampah sebagai RDF.
"Holcim pemakaian batu baranya cukup banyak. Batu bara adalah sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, sementara sampah tiap hari pasti diproduksi. DKI dan Holcim sepakat bila hasil observasi sampah bagus, mereka akan terima RDF dari TPST Bantargebang," katanya.
Bila kerja sama tersebut berlangsung lancar, kata dia, sampah yang dihabiskan dari zona tersebut akan dimanfaatkan sebagai instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang dibangun oleh Dirjen Cipta Karya.
Baca juga: BPPT: Gas buang dan residu PLTSa Bantargebang sesuai baku mutu LHK
Asep mengatakan bahwa produksi RDF dengan mengeruk sampah eksisting, dipilah dengan mesin untuk memisahkan kompos, logam, dan nonorganik.
Plastik yang tertimbun sampah lalu dikeringkan memiliki tingkat kalori yang tinggi untuk kebutuhan produksi RDF oleh PT Holcim. Fasilitas tersebut ditargetkan mampu menekan volume sampah plastik hingga 1.000 ton per hari.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019