Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Dharmawan H. Samsu membantah skema Production Sharing Contract (PSC) berbasis gross split yang diterapkan berkaitan dengan insiden tumpahan minyak di anjungan lepas pantai Blok Migas Offshore North West Java (ONWJ).
Dharmawan di Jakarta, Kamis meyakinkan tidak ada prosedur yang dikorbankan karena mengadopsi skema gross split, yakni bagi hasil pengelolaan wilayah kerja migas antara pemerintah dan kontraktor migas yang diperhitungkan di muka dengan biaya operasi sepenuhnya ditanggung kontraktor.
"Saya yakinkan bahwa tidak ada prosedur-prosedur yang harus dikorbankan hanya karena kita harus melakukan gross split. Standar 'safety' adalah sesuatu yang tidak boleh dikorbankan. Kita tidak boleh mengorbankan 'safety' hanya karena tujuan bisnis tertentu," katanya.
Baca juga: Pertamina sebut volume tumpahan minyak ONWJ tinggal 10 persen
Baca juga: Pertamina agar berkoordinasi dengan K/L tanggulangi tumpahan minyak
Anak usaha Pertamina, PT Pertamina Hulu Energi (PHE) merupakan Kontraktor Kontra Kerja Sama (KKKS) di Blok ONWJ. Wilayah kerja migas di pantai utara Jawa itu merupakan blok migas pertama yang mengadopsi skema gross split.
Dharmawan menambahkan pihaknya akan menjadikan kejadian tersebut sebagai pelajaran berharga untuk perbaikan di masa mendatang.
"Pertamina akan belajar sungguh-sungguh untuk meningkatkan kemampuan kami dalam hal teknis. Ini jadi pelajaran yang sangat baik," imbuhnya.
Baca juga: Pemkab Karawang masih data penerima kompensasi minyak mentah Pertamina
Baca juga: Pertamina siapkan kompensasi bagi warga terdampak tumpahan minyak
Sementara terkait hitungan ganti rugi, perusahaan migas berpelat merah itu mengaku belum menghitung total kompensasi yang diberikan akibat insiden tersebut. Pertamina masih menunggu laporan dari 11 posko pengamanan.
Dharmawan mengaku pihaknya masih fokus pada upaya penanganan dan pemulihan dampak tumpahan minyak, baik bagi masyarakat maupun lingkungan.
"Izinkan kami untuk konsentrasi kepada pemulihan dulu. Izinkan kami melakukan tindakan yang benar dan baik untuk memastikan dampak kepada masyarakat, biota laut, dan lingkungan bisa di-'manage' dengan sebaik-baiknya," katanya.
Menurut dia, hal itulah yang patut dilakukan sebagaimana yang pernah dialami perusahaan-perusahaan lain atas insiden serupa.
"Penanganan seperti ini kita harus fokus kepada pendekatan 'over react' dan fokus bagaimana melakukan sebaik-baiknya. Tidak hitung-hitung angka 'invoice'. Kenapa? Karena itu yang benar. Daln dalam rekam jejak perusahaan yang pernah alami hal seperti ini, demikian juga hal itu dilakukan. Ternyata perusahaan-perusahaan itu 'survived' (bertahan)," tuturnya.
Baca juga: Pertamina akan tutup sumur YYA-1 di Blok ONWJ
Baca juga: Pertamina masih investigasi penyebab kebocoran sumur migas Laut Jawa
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019