"Kegemukan di Indonesia saat ini trennya naik hingga 18 persen, sedangkan di negara lain ada yang 40 sampai 50 persen, di Malaysia sendiri peningkatan juga luar biasa," kata Prof Dr Hardinsyah MS, Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia sekaligus Ketua Asian Congress of Nutrition 2019 di Bali, Senin.
Masalah kegemukan, ia mengatakan, menurut hasil penelitian mencakup warga dengan rentang usia dewasa, remaja, hingga anak-anak. Ia menambahkan bahwa 10 persen dari kasus kelebihan gizi ditemukan pada anak berusia di bawah lima tahun.
Hardiansyah menjelaskan bahwa masalah gizi tersebut utamanya terjadi karena konsumsi makanan yang tidak dikelola secara baik, aktivitas fisik rendah, istirahat kurang atau berlebihan, serta stres.
"Orang enggak bisa berubah perilaku makannya kalau pikiran dan perasaan enggak dikelola dengan baik," ia menambahkan.
Guna menekan masalah akibat kelebihan gizi, menurut dia, pemerintah bisa menerapkan regulasi yang ditujukan untuk mengatur konsumsi dan aktivitas siswa sekolah, menggerakkan warga untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menyediakan akses yang aman dan nyaman bagi pejalan kaki.
"Akses untuk berjalan kaki lebih diberikan kesempatan, nah itu juga kan masuk tata kelola umum. Bisa jadi karena instan semua, menyebabkan orang jadi malas berjalan," katanya.
Ia juga mengatakan untuk saat ini belum ditemukan adanya penelitian terkait dengan aplikasi online sebagai pemicu bertambahkan jumlah masalah kegemukan di Indonesia. Menurut dia, dengan maraknya pelayanan yang instan menyebabkan aktivitas bergerak jadi berkurang, dan aktivitas lainnya jadi lebih instan.
"Saat ini belum ada penelitiannya, tapi menurut saya, kalau banyak yang punya gadget dan juga duit bagi masyarakat menengah ke atas pasti dampaknya ya geraknya akan berkurang, agak malas memasak makanan," ia menambahkan.
Ia menjelaskan bahwa orang yang mengalami kegemukan organ tubuhnya berisiko tertimbun lemak dan timbunan lemak pada organ tubuh penting seperti jantung, ginjal, hati, paru-paru, dan pankreas lama kelamaan bisa merusak organ.
"Apabila bertahun-tahun dibiarkan seperti itu, tidak ada olahraga atau perubahan pola makan, akan menyebabkan gampangnya gula naik, hipertensi, hiperglukemia, hiperkolesterol, enggak lama jadi diabetes. Nah kalau sudah luka enggak sembuh, lama kelamaan akan beresiko serangan jantung, tergantung lagi rajin enggaknya olahraganya," katanya.
Baca juga:
WHO: Kegemukan di kalangan anak-remaja naik 10 kali
Menkes usulkan label khusus makanan kemasan berkadar gula tinggi
Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019