• Beranda
  • Berita
  • Pengamat: Jabatan menteri sebaiknya cukup satu periode

Pengamat: Jabatan menteri sebaiknya cukup satu periode

5 Agustus 2019 13:59 WIB
Pengamat: Jabatan menteri sebaiknya cukup satu periode
Johanes Tuba Helan. (ANTARA FOTO/Bernadus Tokan)
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Johanes Tuba Helan, MHum mengatakan, jabatan menteri di kabinet kerja Jokowi sebaiknya cukup satu periode.

"Sebaiknya jabatan menteri cukup satu periode saja, supaya semua kader partai yang sudah berjuang memenangkan calon presiden dapat kebagian untuk jadi menteri dan jabatan lain," kata Johanes Tuba Helan kepada Antara di Kupang, Senin.

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan komposisi kebinet Jokowi-Ma'ruf Amin lima tahun mendatang, dan perlu tidaknya keterwakilan daerah.

Baca juga: Jokowi sebut "gathering" menteri enam bulan sekali

Baca juga: Pengamat menilai kemurnian rekonsiliasi bisa dilihat pada Oktober

Baca juga: Sri Mulyani tinggalkan zona nyaman demi kabinet Jokowi


Menurut dia, menteri yang sudah melaksanakan tugas pembantu presiden selama lima tahun terakhir tidak perlu diangkat lagi, tetapi memberikan kesempatan kepada kader bangsa yang lain.

"Banyak orang Indonesia yang profesional dan berintegritas, sehingga Jokowi perlu memberikan kesempatan, termasuk dari kalangan muda," katanya.

Dia juga menyarankan agar, dalam penyusunan kabinet kerja lima tahun ke depan, Jokowi perlu mempertimbangkan keterwakilan daerah karena Indonesia berbineka.

Pandangan hampir sama disampaikan akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, Msi, yang mengatakan, secara politik, penentuan kabinet merupakan hak prerogatif presiden, namun terbuka peluang adanya masukan publik, termasuk dari partai koalisi.

Dan secara normatif, Jokowi memiliki berbagai pertimbangan untuk memilih pembantu, termasuk keterwakilan wilayah dan dukungan politik wilayah atas kemenangan Jokowi, kata Ahmad Atang.

Di NTT misalnya, selama dua periode pencalonan, Jokowi selalu menang mutlak diatas 90 persen.

Pada Pilpres 2014 pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 Joko Widodo-Jusuf kalla (Jokowi-JK) menang telak di sebagian besar kabupaten dan kota.

Sementara pada Pilpres 2019, Jokowi yang berpasangan dengan Ma'ruf Amin menang mutlak di Provinsi NTT.

"Jadi NTT selama dua periode, Jokowi menang mutlak di atas 90 persen suara. Hal ini menunjukan bahwa dukungan politik masyarakat NTT secara tulus kepada Jokowi. Karena itu tidak berlebihan jika Jokowi mempertimbangkan untuk mengakomodir salah satu putra NTT dalam kabinet mendatang," katanya Ahmad Atang.

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019