Asosiasi perusahaan CNG Indonesia (APCNGI) menyarankan pemerintah maupun pemangku kepentingan kembali mengupayakan dan memasyarakatkan penggunaan bahan bakar gas (BBG) untuk kendaraan ramah lingkungan.BBG perlu tetap dijadikan salah satu langkah yang cepat dalam mengurangi polusi udara seraya mempersiapkan energi alternatif lain seperti kendaraan listrik maupun berbahan bakar hydrogen yang sedianya masih membutuhkan waktu
"BBG perlu tetap dijadikan salah satu langkah yang cepat dalam mengurangi polusi udara seraya mempersiapkan energi alternatif lain seperti kendaraan listrik maupun berbahan bakar hydrogen yang sedianya masih membutuhkan waktu," ujar Ketua APCNGI Robbi R Sukardi di Jakarta, Senin.
Belakangan ini, menurut dia, BBG seakan mulai diabaikan, misalnya bus Transjakarta (TJ) yang saat ini mayoritas kendaraannya telah mengunakan BBM jenis diesel solar yang diklaim telah memenuhi standar Euro-4.
"Kenyataannya, kendaraan itu tidak BBM diesel solar non-subsidi seperti Pertamina Dex High Quality yang dapat memenuhi standar Euro-4 tersebut," katanya.
Ia menambahkan dengan pengunaan Euro-4 yang tidak di terapkan maka hasilnya tidak maksimal yang akhirnya turut menyumbang polusi udara. Namun, itu bisa diatasi dengan menggunakan BBG, karena sudah memenuhi standar yang lebih baik dari Euro-4 sekalipun.
"Kenyataannya, kendaraan itu tidak maksimal, karena tidak menggunakan BBM diesel solar yang dapat memenuhi standar Euro-4," katanya.
Ia menambahkan dengan pengunaan BBM yang tidak standar Euro-4 maka hasilnya tidak maksimal yang akhirnya turut menyumbang polusi udara. Namun, itu bisa diatasi dengan menggunakan BBG, karena sudah memenuhi standar yang lebih baik dari Euro-4 sekalipun.
"Pada kendaraan truk berbahan bakar gas, hasil uji menunjukan bahwa emisi buang lebih rendah terutama dari kandungan karbon dioksida (C02), nitrogen oksida (NOx), sulfur dioksida (SOx), dan particular matter (PM), dibandingkan dengan jenis truk yang mengisi dengan bahan bakar biodiesel solar bersubsidi," katanya.
Robbi mengatakan jumlah kendaraan melintas di wilayah DKI Jakarta yang diperkirakan mencapai sebanyak tiga juta unit mobil penumpang, 600 ribu unit mobil beban, dan 300 ribu unit kendaraan jenis bis besar dan sedang, yang semuanya tidak menggunakan bahan bakar beremisi rendah seperti BBG, maka potensi pencemaran udara sebagai "silent killer" semakin nyata.
"Salah satu penyumbang polusi udara terbesar adalah gas buang kendaraan bermesin diesel yang masih mengacu ke standar Euro-2. Dengan kepadatan kendaraan yang tinggi dan kemaceta seeprti Jakarta akan menjadi masalah besar" katanya.
Baca juga: Pertamina operasikan dua SPBG baru
Baca juga: Kementerian ESDM siapkan 150 dispenser pengisian BBG
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019