Pakar ketenagalistrikan yang merupakan Guru Besar Teknik Elektro ITB Prof Pekik Argo Dahono mengatakan, harga listrik di Pulau Jawa dan umumnya Indonesia terlalu murah yakni rata-rata 8 sen Dollar, sementara yang ideal adalah 10 sen Dollar Amerika Serikat.Harga listrik sedikit lebih mahal supaya energi terbarukan bisa masuk
"Harga paling ideal rata-rata 10 sen. Harga tersebut tidak harus mengikuti harga listrik di negara maju yang mencapai 15 sen," kata Pekik saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan harga listrik di Pulau Jawa sudah selayaknya naik, salah satu indikatornya karena tingkat pendapatan penduduknya yang paling tinggi di Indonesia.
Menurut dia, menaikkan tarif listrik merupakan salah satu solusi mengatasi 'black out' (pemadaman) di Pulau Jawa. Sayangnya kebijakan itu merupakan ranah politik yang tidak populer di kalangan legislatif.
"Menaikkan tarif listrik itu agak susah karena harga listrik ditentukan DPR, sedangkan DPR tidak mau membikin kebijakan yang membuat masyarakat teriak," kata dia.
Menurut dia, harga listrik di Pulau Jawa terlalu murah, padahal dengan harga sedikit lebih mahal dibandingkan dengan pulau lainnya, Jawa bisa lebih 'green'.
"Green dengan adanya energi terbarukan," katanya.
Ia mengatakan menaikkan tarif listrik tidak merugikan masyarakat, tapi masyarakat sudah terlanjur biasa murah sehingga kalau mahal sedikit menjadi enggan menerima.
"Tapi kalau orang Papua, Maluku disuruh mahal listriknya janganlah," katanya.
Pekik menyebutkan, kebijakan harga listrik yang seragam dari Sabang sampai Merauke menjadi permasalahan.
Harusnya masyarakat di Jawa yang memiliki tingkat ekonomi yang bagus dan daya beli tinggi, hendaknya bersedia dengan biaya listrik sedikit lebih mahal.
"Dengan harga listrik sedikit lebih mahal supaya energi terbarukan bisa masuk," katanya.
Solusi lain mencegah 'black out' ini adalah menambah jumlah pembangkit untuk Jawa bagian Barat. Karena selama ini wilayah tersebut bergantung pada pembangkit listrik yang ada di wilayah Timur, sehingga setiap saat membutuhkan listrik dari sisi bagian Timur.
Di wilayah Jawa bagian Barat pembangkit listriknya didominasi oleh PLTU. Pemilihan PLTU oleh PLN karena pertimbangan lebih murah, padahal pembangkit jenis ini memiliki banyak kelemahan.
Selain itu, minimnya pembangkit listrik di wilayah Jawa bagian Barat karena terkendala lokasi, sulit mendapatkan izin dan mahalnya harga tanah.
Karena kebutuhan listrik di Jawa bagian Barat cukup besar maka membutuhkan pembangkit yang cukup besar pula. Pembangkit yang ada saat ini berukuran kecil seperti Tanjung Priok dan Muara Karang.
Baca juga: Kementerian ESDM desak PLN beri kompensasi sesuai regulasi
Baca juga: Industri petrokimia rugi Rp375 miliar akibat listrik padam
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019