• Beranda
  • Berita
  • China devaluasi yuan, ekspor Indonesia bisa semakin tertekan

China devaluasi yuan, ekspor Indonesia bisa semakin tertekan

6 Agustus 2019 17:10 WIB
China devaluasi yuan, ekspor Indonesia bisa semakin tertekan
Mata uang China, yuan. ANTARA/REUTERS/am.

Indonesia terdampak dari sisi ekspor dan impor sekaligus

Pembalasan China terhadap Amerika Serikat melalui devaluasi mata uang yuan, semakin menunjukkan perang dagang dua negara ekonomi raksasa itu jauh dari usai dan Indonesia akan terdampak dari sisi ekspor karena daya saing komoditas Indonesia di pasar global berpotensi semakin menurun.

Ekonom Lembaga Kajian Indef Bhima Yudhistira di Jakarta, Selasa, mengatakan langkah pembalasan China yang diduga dilakukan dengan memanipulasi mata uangnya untuk mendongkrak kinerja ekspor negara Tirai Bambu itu, akan memancing balasan kembali dari Presiden AS Donald Trump.

Dengan semakin melemahnya yuan pula, maka harga ekspor dari China akan semakin murah di pasar global dan itu akan memukul ekspor Indonesia.

Padahal, Indonesia sedang berupaya keras untuk meningkatkan volume dan nilai ekspor dengan menjajaki pasar ekspor baru.

Di sisi lain, harga ekspor barang dari China yang semakin murah, akan membuat impor Indonesia semakin meningkat.

Barang-barang dari China yang murah berpotensi menyerbu pasar domestik jika tidak diantisipasi oleh Indonesia.

"Masa depan perang dagang semakin tidak pasti. Indonesia terdampak dari sisi ekspor dan impor sekaligus. Ekspor (Indonesia) ke AS dan China melambat, sementara produk China yang murah karena devaluasi yuan akan menyerbu Indonesia dan membuat defisit perdagangan melebar," ujar dia.

Sebagai gambaran, pada 2018 impor Indonesia dari China naik 27,4 persen dibanding 2017 atau mencapai 45,2 miliar dolar AS.

Perang dagang juga semakin tidak pasti, karena Trump yang mengadukan China ke Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) atas dugaan manipulasi kurs.

Devaluasi kurs seperti yang diduga dilakukan China tidak bisa dilakukan semua negara.

Devaluasi kurs itu memang memberikan dampak positif yakni akan meningkatkan daya saing ekspor negara bersangkutan, namun di sisi lain devaluasi kurs dengan sengaja membutuhkan pasokan cadangan devisa yang mumpuni.

Ekonom Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan tindakan devaluasi Yuan China dipandang investor sebagai alarm peningkatan risiko investasi sehingga pelaku pasar akan mencari aset-aset yang paling aman untuk menanamkan modalnya.

Maka dari itu, sentimen pasar yang menguat adalah risk-averse atau penghindaran risiko.

"Berdasarkan data historis, pelemahan nilai tukar yuan Tiongkok akan ikut menyeret pelemahan nilai mata uang lainnya, terutama mata uang negara berkembang. Hal ini disebabkan bahwa usaha Tiongkok melemahkan mata uangnya sendiri dipandang sebagai retaliasi perang dagang," ujar Josua.

Pada Selasa ini, pergerakan rupiah dan mata uang lainnya di Asia sudah cukup terseok-seok karena sentimen ekonomi global, terutama dari devaluasi yuan.

Di pasar spot pada Selasa ini, kurs rupiah terhadap dolar AS bergerak di kisaran Rp14.260-Rp14.359 per dolar AS.

Setelah dibuka melemah 94 poin atau 0,66 persen menjadi Rp14.349 per dolar AS, kurs rupiah menunjukkan perbaikan pada penutupan setelah ditutup pada posisi Rp14.276 per dolar AS.

Di kurs tengah Bank Indonesia atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah ditetapkan di Rp14.344 per dolar AS, atau melemah 0,7 persen dibanding Senin (5/8/2019) yang sebesar Rp14.231 per dolar AS.

Sebelumnya, dugaan kesengajaan devaluasi kurs China terindikasi dari pergerakan yuan pada Senin (5/8/2019) kemarin. Yuan China (CNY) dibuka di level 6,9 per dolar AS pada Senin yang merupakan terendah sejak Desember 2018. Sementara pada akhir perdagangan Senin (5/8/2019), kurs yuan ditutup pada level 7,03 yuan per dolar AS.

Presiden AS Donald Trump kemudian mengunggah cuitan mengenai pergerakan mata uang yuan.

"China melemahkan mata uang mereka ke level terendah hampir sepanjang sejarah. Ini disebut 'manipulasi mata uang'. Apakah Anda mendengarkan Federal Reserve? Ini adalah pelanggaran besar yang akan sangat melemahkan China dari waktu ke waktu!" tulis Trump melalui akun Twitter @realDonaldTrump.

China juga membalas AS dengan menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan China telah berhenti membeli produk-produk pertanian asal AS. Negeri Tirai Bambu merupakan pembeli utama produk-produk pertanian asal AS.

Baca juga: China dituduh manipulator mata uang, tuduhan AS pukul sentimen pasar
Baca juga: Darmin khawatir perlemahan yuan pengaruhi mata uang lainnya
Baca juga: Yuan di pasar luar negeri mencapai titik terendah sepanjang waktu

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019