"Media moderat harus satu suara melawan narasi yang ingin memecah belah Indonesia," ujar Hamli saat menjadi pemateri pada Sarasehan Media Moderat dan Perumusan Program Strategis Sindikasi Media Islam (SMI) di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Presiden: Terorisme dan radikalisme masih menjadi tantangan serius
Baca juga: Ijtima Ulama IV tarik kesimpulan Pemilu 2019 TSM dan Brutal
Baca juga: Hasil Ijtima Ulama IV: Minta Ijtima Ulama dilembagakan
Baca juga: Setara: Perkuat peran pengawas internal untuk mencegah radikalisme di kalangan ASN
Baca juga: Ijtima Ulama IV, Sekjen PBNU: Nggak perlu lah
Ibarat pemain sepak bola, kata Hamli, setiap media Islam moderat mempunyai peran masing-masing, tetapi bekerja dalam satu tim.
Menurut Hamli, media Islam moderat yang tergabung dalam SMI sebaiknya mengambil peran dalam memberikan moderasi pemikiran agama dan Islam rahmatan lil alamin yang sejalan dengan NKRI.
Hal ini menurutnya sangat penting mengingat berbagai survei menunjukkan ada potensi menguatnya masyarakat yang menginginkan negara dengan ideologi agama tertentu.
Survei Alvara, misalnya, menyatakan 18,1 persen orang Indonesia ingin khilafah atau tidak mau NKRI, 42,47 persen ingin nasionalis religius, dan 39,43 persen ingin nasionalis.
Ia berharap keberadan media moderat bisa mengurangi persentase masyarakat yang pro khilafah di negeri ini.
Mantan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mendukung kiprah SMI untuk berperan lebih besar dalam melakukan kontra narasi melawan kelompok radikal.
"Ini upaya positif untuk membangun suatu jaringan media yang selama ini bergerak untuk melawan isu-isu yang dibayangi pemahaman radikal," kata Yosep.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019