"Artinya tidak boleh ada masyarakat yang merasa dirugikan. Bagaimana mungkin dalam kasus penonaktifan 130 PTS, kasusnya beragam. Mulai dari ada yang karena rasio dosen dan mahasiswa tidak sesuai ketentuan, ada yang permasalahan internal PTS, yang akhirnya rektor dan yayasannya kembar, adanya oknum pimpinan PTS membuka kelas di luar domisili," ujar Budi di Jakarta, Rabu.
Kemudian permasalahan lainnya yakni adanya oknum pimpinan PTS membuat ijazah asli tapi proses pembelajarannya tidak benar, dan ada yang tanpa belajar, serta adanya perguruan tinggi tak berizin tetapi mengeluarkan ijazah dan melakukan wisuda.
"Seharusnya jika ada pimpinan PTS yang bermasalah karena meluluskan seseorang tanpa melakukan proses pembelajaran, maka harus kena sanksi pidana,"
katanya.
"Jika PTS tersebut dinonaktifkan tidak masalah, asalkan diberikan pendampingan sehingga bisa sehat kembali dan oknum yang nakal tadi dipenjarakan agar tidak terulang kembali," katanya.
Di sisi lain dosen, karyawan dan mahasiswa yang memang melakukan proses pembelajaran yang benar tidak kena imbas, dengan sanksi nonaktif sampai penutupan PTS tersebut.
Budi juga menjelaskan dari 130 PTS yang ditutup, sebagian besar memang yayasan pembinanya sudah "lempar handuk putih," dan meminta ditutup sudah cukup lama.
Hal itu dikarenakan kesalahan manajemen PTS yang akhirnya mereka sudah tidak mampu membiaya dirinya, akibat terus menurunnya peminat terhadap program studi yang
ditawarkan. Selain, akibat lesunya ekonomi saat ini dalam empat tahun terakhir, sehingga hampir rata-rata tiap tahun jumlah mahasiswa masuk PTS menurun 10 persen.
Ia menjelaskan sebanyak 130 PTS yang ditutup itu dikarenakan beberapa alasan seperti faktor ekonomi indonesia maupun semakin sedikitnya peminat masuk diploma tiga.
"Sekarang yang terjadi banyak PTS yang betul-betul sudah mau berubah dan sedang berubah dan namun memang membutuhkan waktu dan biaya yang banyak, tetapi ini semua harus berproses. Di sisi lain, pemerintah harus juga memberikan apresiasi, karena perubahan tidak bisa serta merta, maka APTISI sekarang banyak turun untuk memberikan pendampingan pada PTS bermasalah, agar cepat keluar dari kemelut,"kata dia.
Pihaknya juga menganjurkan agar kampus-kampus itu bisa bergabung dengan kampus lainnya. Selain itu proses birokrasi harus dipermudah agar kampus-kampus yang bermasalah itu bisa berbenah dan bahkan bergabung dengan kampus lain.
Sebelumnya, Kemenristekdikti telah mencabut izin 130 perguruan tinggi swasta (PTS) sejak 2015 hingga pertengahan 2019.
Baca juga: Menristekdikti akan tutup akses database PTS berkonflik
Baca juga: Kemenristekdikti cabut izin 11 PTS di Sulawesi
Pewarta: Indriani
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019