Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) mengingatkan agar wacana untuk menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui amandemen UUD 1945 tidak dijadikan sebagai komoditas politik.Wacana menghidupkan kembali GBHN jangan sampai terus dibawa ke dalam ranah politik
"Wacana menghidupkan kembali GBHN jangan sampai terus dibawa ke dalam ranah politik," kata Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI Purn Agus Widjojo di sela-sela Seminar Nasional PPRA LIX Lemhannas RI bertema "Upaya Peningkatan Modal Manusia Menghadapi Revolusi Industri 4.0 Guna Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan", di Gedung Lemhannas, Jakarta, Rabu.
Apalagi saat ini Indonesia sudah punya sistem perencanaan pembangunan nasional melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Baca juga: Pengamat: Tak ada alasan parpol menolak GBHN
RPJMN merupakan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Sistem itu sendiri adalah pengganti dari GBHN dan sudah mulai berlaku sejak 2005.
"Jadi, jangan hitam putih dan dijadikan isu-isu itu menjadi komoditas politik. Apakah RPJMN tidak bisa memadai GBHN? atau bahwa tidak ada jaminan bahwa presiden terpilih itu dalam menentukan programnya merupakan sebuah kesinambungan," ujar Agus.
Ia juga mengingatkan sebelum menghidupkan kembali GBHN, semua pihak harus memahami dahulu tujuan dari adanya GBHN. Termasuk, apakah dengan tidak adanya GBHN tujuan nasional menjadi tidak terwujud.
Baca juga: Pengamat sebut GBHN penting tentukan arah bangsa
"Kita bertanya, sebetulnya untuk apa sih GBHN? Tujuannya apa? Apakah dengan tidak adanya GBHN sekarang tidak tercapai? Kalau tidak tercapai masalahnya dimana?," jelas mantan Dansesko TNI ini.
Agus menjelaskan, jika tujuan nasional belum terwujud, tentunya tidak semata-mata karena tidak adanya GBHN.
Namun, harus diperhatikan bagaimana bangsa Indonesia mempraktikkan sistem perencanaan pembangunan nasionalnya sendiri.
"Mungkin persoalannya bukan semata-mata kembali kepada GBHN bahwa sekarang tidak GBHN. Mungkin praktiknya perlu lebih dicermati agar dijamin bahwa antara satu presiden terpilih dengan presiden terpilih lainnya itu memberikan kesinambungan bagi program pembangunan nasional jangka panjang. Jadi jangan belok-belok," tuturnya.
Baca juga: Pakar: GBHN tidak diperlukan karena sudah ada UU No 25 Tahun 2004
Dalam Kongres V PDI Perjuangan merekomendasikan agar MPR kembali diberikan kewenangan menetapkan GBHN.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebelumnya mengatakan, dengan adanya GBHN maka semuanya dibimbing oleh sebuah arah, yakni bagaimana bangsa Indonesia maju dan dapat menjadi pemimpin di antara bangsa-bangsa maju.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019