Di dalam satu pernyataan, Kepala Kebijakan Luar Negeri AU Federica Mogherini mengatakan, "Keterlibatan dalam satu proses dialog yang melibatkan banyak pihak dan berlandasan luas, yang melibatkan semua pemegang saham penting, adalah mendasar".
"Penting bahwa penahanan diri dilakukan, kekerasan ditolak, dan langkah mendesak dilakukan untuk menurunkan ketegangan," tambah Mogherini, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad.
Baca juga: "Spiderman" asal Prancis bentangkan spanduk rekonsiliasi di Hong Kong
Sejak awal Juni, Hong Kong, wilayah otonomi yang telah berada di bawah kekuasaan China sejak 1997, telah dilanda aksi-aksi protes yang tak pernah terjadi sebelumnya terhadap usul rancangan undang-undang ekstradisi yang mestinya mensahkan pengekstradisian tersangka penjahat ke China Daratan, Makau dan Taiwan.
"Selama dua bulan belakangan ini, banyak warga telah melaksanakan hak dasar mereka untuk berkumpul," kata Mogherini.
"Namun, belum lama ini telah terjadi peningkatan jumlah peristiwa kerusuhan yang tak bisa diterima, dengan resiko ketidak-stabilan dan kerusuhan lebih lanjut," katanya.
Pada penghujung Juli, China memperingatkan negara itu mungkin mengerahkan Angkatan Bersenjata ke wilayah tersebut untuk memadamkan demonstrasi anti-pemerintah.
Baca juga: Dubes : Perlu waktu yakinkan warga Hong Kong manfaat RUU Ekstradisi
Baca juga: Inggris harap "satu negara dua sistem" jadi dasar solusi Hong Kong
Sumber: Anadolu
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019