Guru Besar FISIP Universitas Airlangga Henry Subiakto memprediksi pelaksanaan Pemilu 2024 akan "diwarnai" kabar bohong atau hoaks yang semakin beragam.Yang jelas narasinya (hoaks) akan makin banyak dan makin 'canggih', tapi tetap menyentuh persoalan keagamaan, persoalan ras, golongan."
"Yang jelas narasinya (hoaks) akan makin banyak dan makin 'canggih', tapi tetap menyentuh persoalan keagamaan, persoalan ras, golongan," ujar Henry.
Baca juga: Kominfo: Empat kelompok masyarakat target hoaks
Baca juga: Mafindo sarankan penerapan denda bertingkat bagi pengunggah hoaks
Baca juga: Instagram tambah fitur laporkan hoaks
Baca juga: Menkominfo : jangan sampai jempol lebih cepat dari pikiran kita
Baca juga: Dewan Pers: Hoaks masih bertebaran di mana-mana
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika RI itu menjelaskan saat ini hoaks telah berkembang tidak hanya menyasar lembaga negara, tetapi juga sudah menyerang perseorangan, sehingga bukan mustahil jika kemudian narasinya akan berkembang ke ranah baru.
Ia menambahkan saat ini haoks juga sudah pada masa sulit dibendung.
"Semua orang saat ini bisa jadi wartawan, siapa pun bisa jadi pengamat. Bisa produksi berita, bikin pernyataan di kolom komen media sosial. Hal seperti itu sulit diatur," tutur dia.
Oleh karena itu, upaya penanganan persebaran hoaks kini tidak hanya berada pada pengaturan platform media sosial saja.
Menurut Henry, para pengguna media sosial juga perlu diberikan "imun" antihoaks.
"Caranya dengan literasi. Kasih contoh kalau narasi seperti eksploitasi fanatisme itu masuk hoaks. Pesan yang menciptakan kecemasan itu hoaks. Sehingga masyarakat tahu bedanya," kata dia.
Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid mengatakan pemerintah perlu lebih cepat menangani perkembangan hoaks di media sosial.
"Pemerintah perlu memetakan obrolan yang tersebar di dunia maya sedini mungkin. Jangan tunggu hoaks itu sampai viral," ujar Anita.
Menurut dia, ketika klarifikasi hoaks terlambat dilakukan, maka upaya perbaikan tersebut tidak akan melunturkan kepercayaan masyarakat.
"Masyarakat sudah terlanjur meyakini apa yang mereka lihat pertama kali, sehingga antipati pada penjelasan selanjutnya," tambah Anita.
Pewarta: Agita Tarigan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019