Puluhan perempuan lanjut usia tengah khusyuk mengikuti kegiatan wirid di sebuah aula sederhana, milik Unit Pelayanan Terpadu Dinas (UPTD) Rumoh Seujahtera Geunaseh Sayang (RSGS) di Banda Aceh.dari pada kedua-duanya lapar maka kita ambil satu untuk dapat kita berikan layanan dasar di sini
Sebanyak dua perempuan lansia di antara mereka, yakni Darlina dan Fatimah Said, masing-masing berumur 76 dan 70 tahun.
Wirid salah satu dari pelbagai kegiatan rutin yang dilakukan para lansia tersebut di penghujung usianya.
Di samping itu, mereka juga terus mengikuti layanan medis, pengajian, serta berbagai kegiatan lain, termasuk mengasah keterampilan masing-masing.
Darlina mengaku sudah selama lima tahun terakhir menempati panti lansia tersebut. Perempuan itu lahir di Bireuen, kemudian tumbuh dan besar di perantauan bersama orang tuanya.
Semasa muda, ia juga berhasil menamatkan kuliah di Universitas Syiah Kuala, lalu bekerja di sekolah peternakan yang ada di Kabupaten Aceh Besar hingga memasuki masa pensiun.
Perempuan ini hanya tinggal sebatang kara. Ia putri kedelapan dari 10 bersuadara kandung yang semuanya dikatakan telah meninggal dunia.
Kondisi itu yang membuat ia memutuskan untuk mendaftar untuk menempati panti lansia tersebut.
“Saya tinggal sendiri. Anak tidak ada, saya tidak berkeluarga (menikah, red.),” katanya di Banda Aceh, Jumat.
Ia merasa bahagia bisa tinggal di panti lansia.
Oleh karena tidak berkeluarga, jauh hari sebelum pensiun dia sudah terpikir untuk menghabiskan masa tua di panti jompo.
Ia mengaku senang bisa mengikuti segala aktivitas yang dibuat pengelola di rumah barunya tersebut.
Berbagai kegiatan di panti lansia itu, mulai dari shalat Subuh berjamaah, wirid, layanan medis, pengajian, senam lansia, Safari Jumat, rekreasi, serta mengasah keterampilan diri dari setiap lansia.
“Semua kita ikut itu, enak di sini. Selesai beribadah ada keterampilan, menjahit, buat bros, kotak pensil, senam, banyak yang lain di sini, jadi tidak jenuh,” katanya.
Selain aktif mengikuti kegiatan rutin panti, Darlina juga dikenal sosok yang peduli kepada setiap perempuan lansia lainnya. Ia kerap membagikan motivasi kepada teman-temannya dalam menjalani kehidupan pada akhir usia.
“Saya selalu memberitahukan kepada teman-teman jangan terlalu mengeluh, kita datang ke sini untuk keadaan yang lebih baik. Semua ada di sini, beribadah, keterampilan, maka kita harus beradaptasi,” katanya.
Dikatakannya bahwa pada umur senja tidak ada lagi yang menjadi tujuan hidup selain memperbanyak ibadah.
Dengan begitu, katanya, harus selalu bersyukur atas kesempatan yang diberikan untuk menempati tempat yang dianggap sangat layak ini dan bisa terus berinteraksi antarsesama.
“Yang kita kejar itu ibadah. Mungkin dulu waktu muda sibuk bekerja, sudah tua ini apalagi kita cari selain ibadah, rumah masa depan yang kekal. Itu motivasi saya yang selalu saya sampaikan ke teman-teman,” katanya.
Hal senada juga dirasakan Fatimah. Perempuan paruh baya ini berasal dari Montasik, Kabupaten Aceh Besar.
Ia juga tidak berkeluarga, sehingga tidak ada yang bisa mengurusnya dalam memenuhi kehidupan sehari-hari. Alasan itu membuatnya memilih untuk melanjutkan hidup di panti lansia.
“Adik-adik kandung saya ada, tapi sudah tua semua. Saya sudah enam tahun di sini. Kita senang di sini bisa mengingatkan antarsesama, shalat, wirid sama-sama di rumah,” katanya.
Kepala UPTD RSGS Intan Melya mengatakan saat ini pihaknya mengurusi sebanyak 55 orang lansia terlantar di Aceh, di antaranya 37 lansia perempuan dan 18 laki-laki.
Semua lansia yang diterima di panti tersebut merupakan lansia yang terlantar dengan status ekonomi keluarganya yang tergolong tidak mampu.
“Kalau ada anak atau keluarga pun, keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar si lansia, sehingga dari pada kedua-duanya lapar maka kita ambil satu untuk dapat kita berikan layanan dasar di sini,” kata dia.
Pemerintah Aceh terus berbenah serta telah menjadikan penanganan lansia dan anak itu sebagai suatu hal yang prioritas.
Kini, pelayanan lansia terbagi menjadi dua porsi, yakni 70 persen layanan dasar sosial dan 30 persen layanan medis.
“Sekarang kita masih prioritaskan, seperti layanan psikologis, layanan medis dasar, dan keberfungsian sosial. Ke depan kita harapkan bisa 'fifty-fifty' pelayanan kita, layanan medis berkolaborasi dengan rumah sakit, dan layanan sosial bisa kita tangani di sini,” katanya.
Penguatan keluarga
Penguatan dalam keluarga sebagai langkah yang penting dalam menciptakan keberfungsian sosial guna menghadapi masa lanjut usia.
Pendekatan agama sangat dibutuhkan dalam membangun keluarga, dibarengi dengan pembekalan pendidikan serta sosialisasi.
"Untuk menciptakan keberfungsian sosial, penguatan keluarga, maka setiap anggota keluarga harus lebih mendekatkan diri kepada pendekatan agama. Keluarga sangat utama untuk diurus, terutama untuk anak dan lansia," kata Intan.
Menurut Intan, masyarakat perlu diedukasi bahwa mengantarkan orang tua ke panti lansia tersebut sebagai pilihan yang terakhir, sedangkan hal paling utama yang harus dilakukan, yakni penguatan dalam keluarga.
Namun, perubahan cara pandang yang terjadi selama ini bahwa lansia dianggap mengganggu stabilitas keluarga sehingga langsung dimasukkan ke panti lansia.
"Ini yang harus kita edukasikan kepada masyarakat. Panti lansia itu pilihan terakhir. Memang kita melakukan optimalisasi dan layanan maksimum untuk lansia, tapi sesuai kriteria dari kita bahwa lansia itu terlantar dan tidak ada keluarga yang mengurusnya," kata dia.
Sebagai tempat terakhir, tentu saja panti lansia bukan tempat buangan bagi lansia.
Akan tetapi, panti itu sebagai tempat layanan bagi lansia yang betul-betul untuk fokus dibawa kepada fungsi sosial sesuai usianya dan terpenuhi layanan medis mereka.
Agar mereka dapat menjalani usia lanjut dengan damai dan tenang.
Baca juga: Kenali Tanda Kepikunan, Guna Menjadi Lansia yang Produktif
Baca juga: Dinkes Bali : Wajib Lansia dapat pelayanan kesehatan yang layak
Baca juga: Menkes: RSUP Dr Sardjito cocok jadi percontohan layanan terpadu lansia
Pewarta: Khalis Surry
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019