Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim Richard Marpaung, di Surabaya, Minggu, memastikan putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya menguatkan vonis Pengadilan Negeri Mojokerto yang memberi tambahan hukuman kebiri kimia terhadap terpidana Muhammad Aris, selain menetapkan penjara 12 tahun dan denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.
"Hukuman kebiri kimia ini baru pertama kali di Indonesia dan belum ada petunjuk teknisnya, sehingga untuk mengeksekusinya kami perlu berkoordinasi lebih dulu dengan pimpinan di Kejaksaan Agung," katanya, saat dikonfirmasi di Surabaya, Minggu malam.
Baca juga: Polresta Tangerang inginkan hukuman kebiri bagi Babeh, pelaku sodomi anak
Terpidana Muhammad Aris, warga Desa Sooko, Kabupaten Mojokerto dalam perkara ini divonis bersalah karena mencabuli sembilan orang korban yang masih anak-anak.
Persidangan pemuda berusia 21 tahun itu menggunakan pasal 76 D juncto pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Baca juga: Tersangka pencabulan di Sukabumi terancam hukuman kebiri
Menurut Richard, Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto telah meminta sejumlah rumah sakit di wilayah kabupaten setempat untuk melaksanakan putusan inkrah dari Pengadilan Tinggi terhadap terpidana Aris, namun tak satu pun yang bersedia mengeksekusinya dengan alasan belum tersedia fasilitasnya.
Kejari Mojokerto kemudian meminta petunjuk ke Kejati Jatim untuk pelaksanaan eksekusinya.
"Sekarang kami sedang berkoordinasi dengan pimpinan di Kejaksaan Agung terkait juknis pelaksanaannya. Misalnya apakah eksekusinya harus bekerja sama dengan rumah sakit yang ditunjuk atau dikebiri kimia dengan cara bagaimana, itu harus diatur lewat juknis," katanya lagi.
Baca juga: Kejagung tidak permasalahkan IDI tolak kebiri
Richard memastikan kejaksaan pasti mengeksekusi hukuman kebiri kimia terhadap terpidana Aris, namun masih menunggu aturan juknisnya terlebih dahulu.
Pewarta: A Malik Ibrahim / Hanif Nashrullah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019