• Beranda
  • Berita
  • ACT ajak masyarakat tak abai pada kasus kekeringan

ACT ajak masyarakat tak abai pada kasus kekeringan

29 Agustus 2019 18:49 WIB
ACT ajak masyarakat tak abai pada kasus kekeringan
Bantuan air bersi dari Aksi Cepat Tanggap (ACT). (ACT)

Di musim kemarau, akan terdapat banyak kemungkinan peningkatan penyebaran hepatitis A, tifus, malaria hingga demam berdarah, dan penyakit lainnya.

Direktur Program Distribusi Sosial Lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Wahyu Novyan mengajak masyarakat untuk tidak abai pada kasus kekeringan yang melanda sejumlah daerah Indonesia.

Wahyu,dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta pada Kamis, mengatakan kekeringan bisa berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, bahkan terhadap hilangnya satu generasi.

“Kalau seseorang sudah tidak punya air, maka dampak turunannya jadi berat. Dampaknya bisa ke air minum, kebutuhan makan, air bersih, kebutuhan untuk mandi, kebutuhan aktivitas, ibadah, dan lain-lain," kata dia.

Hasil dari pemetaan ACT ada lingkaran setan yang perlu diputus terkait kekeringan ini. Hal ini karena kemarau yang muncul merupakan dampak dari perubahan iklim yang ekstrem di dunia hingga pemanasan global yang dapat berdampak pada kekurangan gizi pada anak, kemiskinan hingga kematian.

Dari tahun ke tahun, katanya, perubahan iklim menjadi ancaman bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah ancaman kekeringan dan kelangkaan air bersih bagi umat manusia.

Di Tahun 2025, sekitar 2,7 miliar orang atau sekitar sepertiga populasi dunia akan menghadapi kekurangan air dalam tingkat yang parah. Khusus Pulau Jawa, diperkirakan akan mengalami defisit air sepanjang tahun (12 bulan) di Tahun 2025. Lalu, di tahun 2050 diperkirakan 2/3 penduduk bumi akan mengalami kekurangan air.

Senior Manager Global Medic Action ACT dr. Rizal Alimin menambahkan bahwa bencana kekeringan yang menimpa hampir seluruh daerah di Indonesia tentu memberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat.

“Di musim kemarau, akan terdapat banyak kemungkinan peningkatan penyebaran hepatitis A, tifus, malaria hingga demam berdarah, dan penyakit lainnya. Meskipun, semua ini akan dipengaruhi juga tingkat keparahan kekeringan di daerah tersebut dan ketahanan fisik warganya. Selain itu, secara jangka panjang pengaruh buruk kekeringan panjang akan berdampak pada peningkatan stunting bagi anak-anak. Hal ini karena dengan bencana kekeringan ekstrem ini akan mempengaruhi pola makan, pola asuh hingga sanitasi pada warga yang terdampak,” ungkapnya.


Dampak yang Parah

Sementara itu, setelah mengeringnya sumur, ratusan telaga di Gunungkidul juga mengering. Akibatnya, mereka harus menyusuri sungai bawah tanah di dalam gua atau hanya bergantung pada bantuan air.

Di daerah lainnya, di Indonesia kebutuhan air bagi konsumsi manusia sangat mendesak, warga juga harus berbagi air untuk hewan ternaknya dan keadaan tanah yang mayoritas retak. Untuk membeli air, harga yang perlu di keluarkan oleh warga bervariatif.

Namun, di semua lokasi yang dilakukan asesmen oleh tim MRI harga air pasti di atas Rp100 ribu rupiah hingga kisaran Rp400 ribu per tangki ukuran enam ribu liter atau lima ribu rupiah per jeriken.

Hingga kini, ACT pun terus mendistribusikan air bersih serentak di 28 cabang. Pendistribusian air bersih dilakukan mulai dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan wilayah lain yang terdampak dengan total distribusi air sebanyak 2,1 juta liter air.

Selain distribusi air bersih, ACT juga melakukan sejumlah aksi pendamping, seperti pelayanan kesehatan dan berbagi makanan gratis. ACT mengajak semua masyarakat untuk bahu-membahu mengirimkan bantuannya melalui aksi-aksi nyata program Dermawan Atasi Kekeringan.
Baca juga: Kekeringan sebabkan beragam gangguan kesehatan
Baca juga: ACT sebut tujuh provinsi dilanda kekeringan
Baca juga: ACT beri bantuan air bersih-pangan-medis untuk wilayah kekeringan

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019