Kementerian Perindustrian menargetkan ekspor produk tekstil Indonesia pada 2019 ini mencapai 15 miliar dolar AS atau meningkat 1,37 miliar dolar AS dibanding tahun sebelumnya.
"Kita targetkan 15 miliar dolar 2019 ini. Dan tentu tidak mudah jika tidak ada penambahan dan peningkatan produktivitas secara nasional," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono di Pangkalan Kerinci, Jumat.
Sigit menyampaikan hal tersebut disela-sela forum diskusi dengan tema upaya mengoptimalkan pemakaian bahan baku dalam negeri untuk tekstil dan produk tekstil (TPT) di Hotel Unigraha, Kompleks PT RAPP, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Diskusi itu melibatkan multi pemangku kepentingan, mulai dari pengusaha tekstil, para designer atau perancang busana, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma, serta Asia Pacific Rayon (APR).
Sigit menjelaskan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menetapkan industri tekstil sebagai fokus utama pemerintah pada 2020 hingga 2024 mendatang. Selain tekstil, otomotif menjadi fokus kedua untuk terus dikembangkan di masa mendatang.
Dia mengatakan kedua jenis industri itu telah disampaikan kepada Bank Indonesia agar mendapat dukungan dan lebih dimudahkan dalam memperoleh kucuran pembiayaan sehingga terus berkembang.
Pemerintah, katanya, terus berupaya meningkatkan kinerja tekstil Indonesia dengan melaksanakan beberapa kebijakan dan regulasi serta mendorong peningkatan investasi di bidang tekstil.
“Kami juga mendorong penggunaan bahan baku dalam negeri untuk industri tekstil, seperti serat rayon sebagai alternatif bahan baku selain kapas dan polyester sebagai upaya mengurangi ketergantungan impor,” jelasnya.
Selain itu, Sigit berharap investasi yang dilakukan pada industri rayon juga dapat mendorong peningkatan kinerja produk TPT berorientasi ekspor sehingga Indonesia semakin dekat untuk merealisasikan target dalam "Making Indonesia 4.0".
Kemenperin mencatat kinerja ekspor industri TPT nasional dalam kurun tiga tahun terakhir terus menanjak. Pada tahun 2016, berada di angka USD11,87 miliar kemudian di tahun 2017 menyentuh USD12,59 miliar dan di 2018 dengan nilai USD 13,27 miliar. Mayoritas produk ekspor adalah pakaian jadi (63,1%), kemudian disusul benang, serat dan kain.
“Impor dikendalikan, daya saing dalam negeri diperkuat. Inilah formula tepat dalam mewujudkan industri TPT nasional untuk masuk jajaran lima besar dunia pada tahun 2030,” lanjut Sigit.
Lebih jauh, Sigit mengatakan jika keberadaan Asia Pacific Rayon (APR) selaras dengan visi pemerintah untuk mengulang kejayaan industri tekstil Indonesia yang pada dekade 1980-1990 an silam.
"Dengan adanya APR ini bisa ada subtitusi yang tadinya bahan baku tergantung pada kapas dan poliester," ujarnya.
Direktur APR Basrief Kamba mengatakan APR melihat viscose rayon bisa menjadi motor baru bagi tekstil Indonesia di pasar dunia.
“Dengan sejumlah keunggulan seperti berbahan baku dari bumi Indonesia, biodegradable, dengan harga yang bersaing, rayon bisa menjadi alternatif sekaligus masa depan bahan baku tekstil Indonesia,” sebut Direktur APR Basrie Kamba.
Hal senada turut disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat. Ade melihat viscose rayon, yang memiliki sifat alami dan mudah terurai akan sangat membantu dalam meningkatkan nilai ekspor industri TPT di Tanah Air.
APR sendiri adalah produsen viscose rayon pertama yang terintegrasi secara penuh di Asia dari hutan taman industri terbarukan. Pabrik berkapasitas 240.000 ton yang berlokasi di Pangkalan Kerinci, Riau, ini menggunakan teknologi produksi terkini dalam menghasilkan rayon berkualitas tinggi untuk kebutuhan tekstil dan produk kebersihan pribadi.
Baca juga: Ekspor industri tekstil dan produk tekstil naik
Baca juga: Menperin minta pengusaha tekstil tingkatkan ekspo
Baca juga: Industri tekstil diminta amankan pasar domestik dan ekspor
Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019