Singapura dan caranya memanusiakan manusia

9 September 2019 17:25 WIB
Singapura dan caranya memanusiakan manusia
Jurnalis asal India mencoba karya seni intalasi di Singapore Art Museum (SAM) Touch Collection. (ANTARA/Desi Purnamawati)

Jadi bukan hanya cukup dengan memenuhi kebutuhan para disabilitas atau pun lansia, tapi memberikan kesempatan kepada mereka untuk turut berperan dan mandiri adalah bentuk kepedulian kepada sesama

Seni adalah segala sesuatu yang memiliki unsur keindahan. Tentunya semua orang suka akan keindahan tak terkecuali bagi mereka yang tidak bisa melihat.

Nah, bagaimana caranya agar orang yang tidak bisa melihat pun bisa menikmati seni. Di Singapura, pemerintahnya sangat memperhatikan kenyamanan dan kebutuhan mereka yang berkebutuhan khusus dalam segala bidang baik fasilitas umum sampai pada unsur rekreasi yaitu seni.

Melalui Singapore Art Museum (SAM) Touch Collection, tunanetra juga bisa menikmati seni kontemporer yang dipamerkan disana.

ANTARA bersama rombongan India-Indonesia Journalist Visit yang diundang Singapore International Foundation (SIF) berkesempatan merasakan seni kontemporer yang dihadirkan dalam berbagai material. Menikmati seni dilakukan dengan meraba benda seni tersebut layaknya orang yang tidak bisa melihat.

Ada tiga koleksi SAM Touch Collection yang dicoba yaitu pertama, media instalasi dari pipa tembaga yang dibentuk sedemikian rupa dan dapat menghasikan nada karya Zulkifle Mahmod yang dibuat pada 2015 dengan judul Raising Spirits and Restoring Souls.

Tentunya yang kami coba adalah adaptasi dari karya asli Zulkiflie yang dipamerkan di ruangan luas dan menempel di dinding.

Media instalasi itu akan mengeluarkan nada lagu kebangsaan Singapura, Majulah Singapura saat diketuk.

Baca juga: Menanti ajal menjemput dengan bermartabat

Baca juga: Ketika atap gedung disulap menjadi kebun di Singapura

 
Karya seni di Singapore Art Museum (SAM) Touch Collection (ANTARA/Desi Purnamawati)



Karya kedua yang kami coba adalah patung pasukan perang kolosal Cina yang mengenakan baju zirah. Karya seniman Justin Lee itu memadukan antara barat dan timur sehingga diberi nama East and West.

Cara kerjanya, tunanetra menggunakan headset untuk mendengarkan penjelasan mengenai detail patung dari audio. Dengan penjelasan dari audio, tunanetra dapat membayangkan bentuk patung dan media pembuatnya.

Karya ketiga berupa empat kotak persegi yang diibaratkan bagian dari ruangan rumah. Karya seniman Tang Ling Nah berjudul An Other Space Within the House II dibuat agar para tunanetra dapat merasakan perbedaan dan bentuk-bentuk ruangan, dimensi serta tekstur.

Bagi orang yang bisa melihat, mungkin seni tersebut tidak begitu istimewa karena bisa melihat bentuk dari karya seni. Tapi bagi tunanetra menjadi berbeda karena bisa bisa mengerti bentuk dan merasakannya.

"Lewat SAM Touch Collection, orang yang berkebutuhan khusus juga bisa menikmati seni. Bagi kita yang bisa melihat ini adalah pengalaman baru," kata Wang Tingting, Manager of Programmes SAM di Gallery of SAM Touch Collection, Singapura.

ANTARA merasakan pengalaman baru dalam menikmati seni, yaitu dengan cara menyentuh dan mata tertutup. Yang paling menarik bagi ANTARA adalah karya seni East and West karena lebih mudah dipahami dengan adanya keterangan dari audio yang tersedia.

Baca juga: BNPB: Tidak terdeteksi asap karhutla ke Singapura dan Kuala Lumpur

Baca juga: Investor Singapura berminat bangun listrik hemat energi di Aceh Barat



Memanusiakan Manusia

Meski hanya negara kecil, Singapura sangat memperhatikan kebutuhan warganya yang berjumlah total 5,6 juta jiwa.

Warga yang memiliki kebutuhan khusus seperti orang tuli, keterbelakangan mental, berintelektual rendah dan juga dengan disabilitas lainnya juga tetap diberi kesempatan untuk mandiri dengan bekerja. Di Tribe juga mempekerjakan ibu yang menjadi orangtua tunggal dengan tanggungan anak serta mereka yang berpendidikan rendah.

Seperti yang ditemui di restoran Tribe yang dikelola Bliss Group. Saat santap siang di Tribe, makan jangan heran jika dilayani oleh Salamah yang tidak bisa berbicara.

Christine Low, Executive Director Bliss Group mengatakan dari 10 pekerja di Tribe, enam orang diantaranya adalah difabel.

"Melatih mereka untuk paham apa yang harus dikerjakan itu berbeda-beda tidak bisa disamakan karena mereka mempunyai kemampuan dan kelemahan masing-masing. Memang ini cukup menantang bagi saya," kata Christine.

Menurut Christine, mereka yang kekurangan tersebut didukung dengan memberikan pekerjaan yang mampu mereka lakukan. Selain itu, mereka juga diberi jam kerja yang fleksibel.
 
Restoran Tribe di Singapura yang mempekerjakan orang dengan kebutuhan khusus atau disabilitas (ANTARA/Desi Purnamawati)


Tribe yang baru dibuka selama empat bulan merupakan bagian dari upaya Christine untuk menolong orang lain. Bekerja menurut dia bukan hanya untuk menghasilkan uang tapi yang lebih penting bagaimana bisa berinteraksi dengan sesama dan menolong mereka.

Begitu juga dengan kaum lanjut usia (lansia), Pemerintah Singapura memastikan kenyamanan mereka dengan menyiapkan tempat tinggal yang mendukung berbagai aktivitas mereka di hari tua.

Jumlah lansia di Singapura cukup banyak karena harapan hidup yang tinggi, namun para lansia di Singapura masih tetap mandiri dan bekerja serta tetap beraktivitas dengan baik.

Di Kampung Admiralty, otortitas pemerintah menyiapkan rumah susun sewa dengan fasilitas lengkap dan terintegrasi yang memudahkan lansia untuk tetap beraktivitas.
 
Pengelola memperlihatkan cara kerja jemuran di salah satu ruang di Kampung Admiralty (ANTARA/Desi Purnamawati)


Di gedung tersebut disiapkan klinik kesehatan, ruang bersosialisasi untuk komunitas, supermarket, ruang olahraga, pusat jajanan, taman bermain sampai kebun bersama di atap gedung. Di bagian bawah gedung juga tersedia stasiun moda raya terpadu (MRT) sehingga memudahkan mobilitas penghuni.

Sedangkan ruang apartemen yang disiapkan cukup luas untuk ditempati sendiri dengan satu kamar tidur. Di setiap bagian dinding ruangan terutama di kamar mandi tersedia bantuan pegangan.

Begitu juga dengan dapur yang luas dan jemuran yang menggunakan rel sehingga lansia tidak perlu keluar jendela untuk menjemur pakaian. Besi jemuran tinggal ditarik dengan tongkat dan digeser ke luar jendela. Hal ini tentunya untuk menjaga keamanan mereka yang memiliki keterbatasan gerak.

Kampung Admiralty merupakan perumahan terintegrasi yang ramah lansia yang pertama di Singapura. Memiliki 11 lantai dan dapat disewa selama 30 tahun.

Jadi bukan hanya cukup dengan memenuhi kebutuhan para disabilitas atau pun lansia, tapi memberikan kesempatan kepada mereka untuk turut berperan dan mandiri adalah bentuk kepedulian kepada sesama.*

Baca juga: Dirkeu BPJS-TK raih Asia's Top Sustainability Superwomen di Singapura

Baca juga: Polisi Jambi gagalkan penyelundupan benih lobster ke Singapura

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019