• Beranda
  • Berita
  • Festival Konstitusi, MPR gelar diskusi Evaluasi Pelaksanaan UUD

Festival Konstitusi, MPR gelar diskusi Evaluasi Pelaksanaan UUD

10 September 2019 16:46 WIB
Festival Konstitusi, MPR gelar diskusi Evaluasi Pelaksanaan UUD
Sekretaris Jenderal MPR Dr H Ma'ruf Cahyono saat membuka diskusi panel dengan tema "Evaluasi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945" di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (10/9/2019). (Dok.MPR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menggelar diskusi panel dengan tema "Evaluasi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945" di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa.

Diskusi panel ini merupakan rangkaian kegiatan Festival Konstitusi dan Anti Korupsi yang melibatkan MPR, Mahkamah Konstitusi (MK), KPK dan UGM yang berlangsung 10-11 September 2019.

Sekretaris Jenderal MPR Dr H Ma'ruf Cahyono membuka diskusi panel ini. Narasumber diskusi panel adalah Bambang Sadono (anggota Badan Pengkajian MPR), Prof Dr Kelian (Guru Besar Filsafat UGM) danProf Dr Ratno Lukito (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga).

Ma'ruf Cahyono mengatakan MPR diberi tugas untuk melakukan kajian dan evaluasi. Setidaknya ada tiga hal yang dievaluasi dan dikaji MPR. Pertama, apakah sistem ketatanegaraan sudah sesuai dengan Pancasila.

Kedua, apakah konstitusi UUD NRI Tahun 1945 sudah sesuai dengan kebutuhan. Ketiga, bagaimana pelaksanaan dan implementasi dari konstitusi.

Baca juga: MPR RI buka Pekan Konstitusi Tahun 2019
Baca juga: Sekjen MPR harapkan Korpri tingkatkan profesionalitas ASN
Baca juga: Sekjen MPR sebut desain ketatanegaraan harus sesuai dengan ideologi Pancasila


Ma'ruf menjelaskan gagasan dan pikiran untuk penataan sistem ketatanegaraan sudah ada sejak MPR periode 2009-2014. Gagasan dan pemikiran itu tertuang dalam rekomendasi MPR periode 2009-2014.

Misalnya pemikiran tentang penataan sistem ketatanegaraan melalui perubahan UUD. "Perubahan harus berlandaskan Pancasila dan kesepakatan dasar, yaitu tidak mengubah Pembukaan UUD, masih tetap dengan sistem presidensial dan tidak mengubah NKRI," katanya seperti yang dirilis MPR.

Selain itu juga pemikiran untuk melakukan reformulasi perencanaan sistem pembangunan nasional model GBHN. "Ini juga merupakan aspirasi masyarakat. Suara terbanyak menghendaki adanya haluan negara. Aspirasi itu muncul dari suara rakyat bukan dari MPR. Survei menunjukkan 85 persen mengatakan perlunya GBHN," katanya.

Baca juga: Sekjen MPR buka Pekan Konstitusi 2018
Baca juga: Ma'ruf Cahyono: Hindari pengaruh radikalisme dengan mamahami jati diri bangsa


Terkait dengan tema diskusi panel ini, Ma'ruf menyebutkan banyak implementasi atau pelaksanaan UUD yang harus dikaji karena ada hal-hal ideal dalam UUD belum dilaksanakan. "Apakah UUD telah diimplementasikan dengan baik sesuai konsepsinya. Apakah dalam kenyataannya UUD sudah kita lakukan dan implementasikan," ujarnya.

"Perlu dilihat sejauh mana pelaksanaan UUD agar konstitusinya bagus, pelaksanaannya juga bagus. UUD NRI Tahun 1945 menjadi living constitution atau konstitusi yang mampu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat," katanya.

Dia berharap lahirnya gagasan dan pemikiran analitis dari diskusi panel ini. Melalui Badan Pengkajian dan Lembaga Pengkajian MPR akan menelaah secara akademik gagasan dan pemikiran itu.

"Ini bagian-bagian pikiran masyarakat, pikiran akademik, sehingga tatanan negara tidak hanya baik di sistem tatanegara, tidak hanya baik dalam konstitusinya tapi juga baik dalam pelaksanaannya," katanya.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019