"Dari 558 CPPBT ini, saya targetkan 10 persennya jadi PPBT. Kalau 10 persen bisa terealisir, ini luar biasa," kata Nasir dalam konferensi Pameran Startup Teknologi dan Inovasi Industri Anak Negeri (I3E) di Jakarta, Selasa.
Sejak 2015 hingga saat ini, telah terbentuk sebanyak 1307 PPBT dan CPPBT yang terdiri dari 749 PPBT, 558 calon startup (CPPBT) dan 15 Inovasi Industri.
"Kita cari betul CPPBT jadi PPBT, nanti diedukasi betul, didampingi dan dibina terus jadi perusahaan proper," kata Menteri Nasir.
Sejumlah 1307 PPBT dan CPPBT tersebut tercipta dari upaya Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Kemristekdikti dalam melakukan pembinaan dan penumbuhan start up teknologi yang berasal dari perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, industri, serta masyarakat umum.
Baca juga: Menristekdikti sedang mencari industri untuk kembangkan mobil listrik
Baca juga: Menristekdikti tegaskan pentingnya rantai pasokan mobil listrik
Dia berharap pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin meningkat dengan didukung oleh keberadaan start up berbasis teknologi.
"Mimpi kita, Indonesia dalam hal ini harus memimpin Asia Tenggara dalam pertumbuhan ekonomi yang baik," tuturnya.
Dari hasil survei terhadap 404 start up atau tenant (penyewa) pada 2015-2019, sebanyak 13 start up berbasis teknologi berkembang menjadi mapan (mature) dengan omset lebih dari Rp1 miliar per tahun.
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) telah mengucurkan Rp4,5 miliar untuk mengembangkan 13 tenant tersebut menjadi perusahaan mapan. Sekarang 13 tenant tersebut berhasil menghasilkan omset sebanyak Rp102 miliar.
Sebanyak 249 tenant masih dalam proses pembinaan. Kemudian, 17 tenant yang sedang tumbuh saat ini menghasilkan omset Rp500 juta sampai Rp1 miliar per tahun. Selanjutnya, 79 startup sedang tumbuh dengan omset Rp100 juta sampai Rp500 juta per tahun. Sementara 25 tenant tidak berjalan lagi saat ini.
Penyebab yang mengakibatkan start up mati atau tidak berkembang adalah program belum baik (4 persen), belum menggunakan teknologi (4 persen), kurang modal (11 persen), jejaring kurang baik (4 persen), kegiatan belum maksimal (7 persen), motivasi kurang (4 persen), akses pemasaran (22 persen), manajemen yang kurang baik (15 persen), tidak fokus dalam berusaha (18 persen), sumber daya manusia yang kurang terampil (7 persen), kurang modal (11 persen), serta produk kurang baik (4 persen).*
Baca juga: Mobil listrik dikembangkan kolaborasi lima PTN, kata Menristekdikti
Baca juga: Menristekdikti optimistis mobil listrik diproduksi Indonesia pada 2022
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019