Masa bakti anggota DPR Periode 2014 hingga 2019 tinggal menghitung hari, namun belum ada itik terang akan dibawa ke mana Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menilai hanya keajaiban yang memungkinkan RUU PKS bisa diketuk palu dalam waktu dekat.Kemarin saya sangat optimis bisa, tapi sekarang saya berharap mujizat saja,
Dalam diskusi "Membincang Kesehatan Perempuan Dalam RUU PKS dan RKUHP" yang digelar Yayasan Kesehatan Perempuan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis, Saras menyebutkan Paripurna terakhir rencananya akan digelar pada 24 September 2019.
Dengan hari kerja yang kurang dari tiga hari ini, kecil kemungkinan RUU PKS bisa lolos.
Baca juga: MUI desak DPR rampungkan legislasi sebelum purnabakti
"Kemarin saya sangat optimis bisa, tapi sekarang saya berharap mujizat saja," ujar Saras.
Menurut dia, di Komisi VIII sendiri belum ada kesamaan pandangan terkait perlunya RUU PKS untuk disahkan. Pembahasan terkait pasal per pasal pun belum dilakukan sehingga masih banyak sejumlah pasal yang belum ada titik temu.
"Saya rasa bukan mayoritas atau minoritas menolak. Tapi disinikan yang berlaku musyawarah mufakat, kalau ada satu anggota saja yang menolak tapi dia keukeuh dan suara fraksi juga ada tetap harus kita anggap," ucap dia.
Meski demikian, Saras sepakat kalau RUU PKS harus dilanjutkan diperiode selanjutnya. Hal tersebut saat ini memungkinkan setelah revisi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) disepakati oleh Badan Legislasi DPR.
Baca juga: PAN: Pengesahan RUU PKS perlu ditunda
"Dengan begitu sejumlah produk legislasi yang belum diselesaikan di periode ini bisa dilanjutkan di periode selanjutnya. Makanya saya berpesan ke Bu Diah Pitaloka (Komisi VIII) dari PDIP untuk tetap di Komisi VIII mengawal RUU ini," kata Saras yang pada Pemilu lalu tak berhasil kembali lolos ke Senayan.
Sementara itu, Diah Pitaloka menyebut kalau pembahasan saat ini masih terus berputar di judul saja. Itu pun menghasilkan tiga opsi judul yakni Penghapusan Kekerasan Seksual, Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan Penghapusan Kejahatan Seksual.
Hal ini pun membuat pro-kontra mengenai RUU PKS di publik masih berlarut-larut.
"Kita memang harus saling klarifikasi, yang salah adalah Komisi VIII belum membahasnya secara terbuka. Sehingga banyak misinterpretasi," ucap Diah.
Belum sepahamnya perkara judul pun dinilai menghambat progres RUU PKS, dia melihat kalau yang paling rasional saat ini adalah membawa RUU ini untuk kembali dibahas pada periode selanjutnya.
"Coba kita duduk bersama, bahas bersama kan lebih enak menjelaskannya. Kita cari titik temu bukan titik patah," ucap dia.
Baca juga: MUI berharap seluruh parpol tolak RUU PKS
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019