Ini pertama kalinya para ibu atau emak-emak sampai menggelar demo di Pekanbaru terkait karhutla, setelah sebelumnya aksi massa selalu dilakukan oleh mahasiswa. Kehadiran gerakan perempuan tersebut menarik perhatian warga pengguna jalan dan wartawan, karena emak-emak turun ke jalan sambil membawa perlengkapan masak seperti panci dan penggorengan.
Mereka juga menenteng rangkaian huruf-huruf yang bertuliskan "STOP ASAP".
Baca juga: Mahasiswa dan polisi Jambi saling dorong saat aksi tolak revisi UU KPK
"Masalah kesehatan muncul akibat bencana asap, rakyat juga harus dihadapkan dengan masalah ekonomi yang semakin memprihatinkan. Rakyat terbatas menjalankan aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup, biaya listrik membengkak, anak-anak tidak dapat sekolah dan bebas bermain," kata koordinator lapangan, Helda Khasmy dalam orasinya.
Para emak-emak juga menilai Gubernur Riau lamban dalam penanganan karhutla, dan baru bergerak ketika asap sudah pekat dan banyak warga sakit. Pemerintah juga dinilai hanya berusaha memadamkan api, bukan mencari solusi penyebab sebenarnya terjadinya karhutla.
"Kami meminta pemerintah segera padamkan api, dan selamatkan korban asap di desa dan di kota, dan segera bangun pusat rehabilitasi korban asap," katanya.
Demonstran juga mendesak Gubernur Riau yang juga menjabat Komandan Satgas Karhula Riau, untuk menindak tegas perusahaan-perusahaan yang diduga membakar lahan, hentikan kriminalisasi terhadap petani kecil, dan laksanakan reformasi agraria untuk membangun industri nasional.
"Tangkap dan adili perusahaan-perusahaan besar perkebunan yang melakukan pembakaran lahan," katanya.
Baca juga: Ribuan mahasiswa Bali berunjuk rasa tolak RKUHP dan Revisi UU KPK
Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution, menemui kaum ibu yang berunjuk rasa tersebut dan menyatakan Satgas Karhutla Riau sudah melakukan berbagai cara untuk memadamkan karhutla dan mengatasi dampak asap. Ia mengatakan Satgas berulang kali sudah melakukan modifikasi cuaca untuk hujan buatan, namun hasilnya belum optimal karena awan ditutupi asap sehingga hujan hanya turun di beberapa daerah.
"Saya ajak ibu-ibu untuk ikut membantu doa supaya cepat turun hujan, karena doa ibu-ibu ini biasanya makbul (dikabulkan)," kata Edy.
Untuk penegakan hukum, ia mengatakan Satgas melalui Kapolda Riau sudah menetapkan 59 tersangka termasuki tiga di antaranya korporasi. "Lahan yang terbakar juga sudah dipasang police line dan dilarang penamanam. Kalau ada yang ditanami, maka mereka lah pelaku (pembakaran) atau melalui tangan orang lain," katanya.
Dalam pemberitaan sebelumnya Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan DPR melalui forum Badan Musyawarah (Bamus) pada Senin (23/9) dan forum lobi hari ini sepakat untuk menunda RUU KUHP dan RUU Lembaga Permasyarakatan untuk memberikan waktu kepada DPR maupun pemerintah untuk mengkaji dan mensosialisasikan kembali secara masif isi dari kedua RUU tersebut agar masyarakat lebih bisa memahaminya.
Sedangkan dua RUU lainnya, menurut dia, yaitu RUU Pertanahan dan RUU Minerba masih dalam pembahasan di tingkat I dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo juga meminta penundaan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang kepada DPR RI.
"Sekali lagi, RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU KUHP, itu ditunda pengesahannya. Untuk kita bisa mendapatkan masukan-masukan mendapatkan substansi-substansi yang lebih baik, sesuai dengan keinginan masyarakat," kata Presiden dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin sore (23/9).
Presiden berharap pengesahan sejumlah RUU itu akan dilakukan oleh DPR RI periode 2019-2024.
Baca juga: Ribuan mahasiswa pendemo jebol gerbang DPRD Jateng
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019