"Itu memang dawuh (perintah) Dalem (Sultan HB X) sebenernya," kata Salah satu menantu Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB X, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro di Bale Raos, Kompleks Keraton Yogyakarta, Kamis.
Menurut Notongoro, Sultan HB X yang merupakan Raja Keraton Yogyakarta sempat mengatakan bahwa apabila PMPS selalu digelar setiap tahun, maka kondisi Alun-alun Utara tidak akan pernah bagus.
"Karena setiap kali habis dipakai pasar malam Alun-alun itu pasti kondisinya sudah tidak karu-karuan. Rumputnya habis kotor dan sebagianya," kata Notonegoro yang merupakan suami GKR Hayu ini.
Selain melindungi kondisi Alun-alun Utara, menurut dia, peniadaan PMPS untuk tahun ini juga dimaksudkan untuk mengembalikan makna dan sejarah Sekaten yang telah berlangsung ratusan tahun dengan pusat kegiatan di Masjid Gedhe Kauman.
PMPS, kata dia, pada dasarnya memang bukan bagian dari rangkaian kegiatan upacara Sekaten yang digelar setiap tahun.
Notonegoro mengatakan berdasarkan sejarahnya, Sekaten yang berasal dari bahasa arab "Syahadatain" (dua syahadat) memang ditujukan untuk kegiatan syiar. Dalam Sekaten juga disisipkan semangat perjuangan melawan penjajah Belanda.
"Dulu itu ceritanya Belanda yang mengadakan pasar malam gitu untuk memecah perhatian rakyat supaya tidak terlalau ke sana (Sekaten). Setelah lama tidak ada baru sekitar 30 tahun lalu diadakan lagi pasar malam sekaten," kata Notonegoro yang juga Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Kridhamardawa Keraton Ngayogyakarta ini.
Sementara itu, Putri Sultan HB X, GKR Bendara menilai peniadaan PMPS itu relevan mengingat saat ini mulai banyak yang melupakan keaslian dari upacara Sekaten.
"Intinya kita mengembalikan semangat Sekaten dan makna dari Sekaten itu sendiri," kata Bendara.
Tradisi Sekaten setiap tahun diawali dengan prosesi "Miyos Gangsa", "Kondur Gangsa", dan puncaknya adalah Garebeg Mulud. Ketiga prosesi itu pada tahun ini akan digelar tanggal 1, kemudian 9 dan 10 November 2019.
Di sela kegiatah itu, tahun ini Keraton Yogyakara juga akan menggelar pameran budaya pada 1-9 November yang ditujukan untuk memperkuat akar tradisi.
Baca juga: Pasar Malam Sekaten sisakan 130 ton sampah di Yogyakarta
Baca juga: Pesta kembang api Sekaten di Yogyakarta diganti "othok-othok"
Baca juga: Penurunan Pengunjung Pasar Malam Sekaten Perlu Dievaluasi
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019