"Seharusnya putusan majelis hakim sejalan dengan dakwaan JPU. Dalam hal ini Kejari Ketapang menuntut denda Rp37,5 miliar kepada terdakwa," kata Kepala Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan Subhan dalam keterangan tertulisnya di Pontianak, Senin.
Sebelumnya, 24 September 2019, majelis hakim PN Ketapang memvonis bebas terdakwa PT Laman Mining dari segala dakwaan JPU.
Majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Iwan Wardahan dengan putusannya menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.
Baca juga: LSM pertanyakan penyelidikan pertambangan bauksit ilegal
Atas dasar itu melepaskan terdakwa PT Laman Mining dari segala tuntutan hukum, selanjutnya memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya, lalu menetapan pengembalian barang bukti berupa tujuh alat berat eksavator dan barang bukti lainnya kepada terdakwa.
"Kami tidak mau dalam penegakan hukum hanya efek jera dikenai bagi pelaku perorangan, tetapi dalam perkara kejahatan di bidang lingkungan dan kehutanan terhadap korporasi harus ditegakkan. Seharusnya putusan hakim sejalan dalam rangka penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan," ujarnya.
Menurut dia, putusan itu bisa menjadi preseden buruk dan akan menjadi modus bagi koorporasi yang lain untuk melakukan kegiatan yang sama, serta cendrung untuk melanggar dan tidak menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagaimana diketahui terdakwa korporasi PT Laman Mining melakukan penambangan ilegal di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), Desa Laman Satong, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang.
Baca juga: Memburu pertambangan bauksit ilegal
JPU Kejari Ketapang menyatakan bahwa PT Laman Mining telah sah dan terbukti melakukan tindak pidana penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin menteri sesuai dengan pasal dakwaan pertamanya pada Pasal 89 Ayat (2) Huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Persidangan perkara PT Laman Mining di PN Ketapang kelanjutan dari pelimpahan perkara oleh PPNS Balai Gakkum Kalimantan KLHK terhadap perusahan itu yang telah melakukan kegiatan penambangan di dalam HPK Sungai Tulak tanpa izin pinjam pakai dari Menteri KLHK, dan/atau membawa alat-alat berat, melakukan kegiatan penambangan menggunakan tujuh unit eksavator pada tanggal 20 Agustus 2018, dan berkas perkaranya telah dinyatakan lengkap (P-21), 19 Novemver 2019.
Penyidikan terhadap kasus penambangan tanpa izin menteri di HPK Sungai Tulak selain untuk memastikan SDA agar tidak dieksploitasi secara ilegal, juga untuk menjaga kelestarian HPK Sungai Tulak sebagai habitat orang utan yang saat ini makin terancam oleh kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, katanya.
Baca juga: PT Laman Mining dinyatakan tidak bersalah oleh PN Ketapang
Ia menyatakan mendukung upaya hukum kasasi yang diajukan JPU sekaligus berharap putusan kasasi akan memberikan efek jera kepada PT Laman Mining dan pelaku koorporasi lainnya.
"Kami juga akan mengawal secara intensif terhadap perkara koorporasi lainnya yang telah disidangkan di PN Ketapang. Semoga aparat penegak hukum memiliki komitmen bersama dari para penegak hukum dalam memerangi para pelaku perusak hutan," kata Subhan.
Pewarta: Andilala
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019