Peneliti dari Lembaga Biomolekuler Eijkman Jakarta, Profesor Syafruddin mengatakan pemerintah Indonesia butuh menerapkan cara baru untuk mencapai target eliminasi penyakit menular malaria pada tahun 2030.
"Untuk mencapai target pada tahun 2030 bebas malaria, kita butuh alat baru. Sulit untuk mencapainya jika tidak menerapkan cara baru," kata Syafruddin di gedung LBM Eijkman Jakarta, Selasa.
Syafruddin bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Notre Dame AS melakukan uji klinis terhadap alat penghalau nyamuk bernama Spatial Repellent (SR) di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur.
Dari penelitian tersebut menunjukkan alat SR dapat menurunkan angka endemisitas malaria hingga 41 persen di desa yang diteliti.
Baca juga: NTT bangun kolaborasi percepat eliminasi malaria di Sumba
Baca juga: Sembilan daerah di Sultra mendapat sertifikat eliminasi malaria
Profesor Syafruddin mengungkapkan bahwa hasil uji klinik SR di Indonesia ini memiliki potensi untuk menambah manfaat proteksi secara bermakna, khususnya dimana cara tradisional kelambu celup atau berinsektisida mungkin tidak protektif, tidak tersedia, dan tidak praktis.
Menurut dia, penanggulangan atau eliminasi malaria dalam situasi seperti ini membutuhkan pendekatan-pendekatan inovatif seperti SR yang memberikan efek proteksi yang tinggi terhadap penularan.
Repelen spasial dirancang untuk melepaskan senyawa aktif ke udara untuk menghalau nyamuk sehingga kontak manusia dan nyamuk terputus.
"Senyawa yang dilepaskan dari repelen spasial akan membuat nyamuk kebingungan dan kehilangan kemampuannya untuk mendeteksi manusia dan mencari darah," kata Syafruddin.
Baca juga: Mendagri minta kepala daerah berkomitmen eliminasi malaria
Baca juga: Sulbar susun pokja eliminasi malaria
Alat penghalau nyamuk tersebut mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah, atau nyamuk berada di dalam rumah tapi tidak bisa mendeteksi manusia, dan menghambat gigitan nyamuk.
Syafruddin menambahkan alat SR bahkan memiliki potensi untuk membunuh nyamuk penular penyakit malaria yaitu anopheles beserta dengan parasit yang ada di dalam tubuhnya hingga benar-benar mencapai eliminasi.
"Yang kita prediksi dengan menghalangi nyamuk mendapatkan makanan, kalau nyamuk tidak bisa adaptasi dia kelaparan dan mati. Kalau mati, parasitnya juga akan mati," kata Syafruddin.
Baca juga: Sembilan daerah di Sultra mendapat sertifikat eliminasi malaria
Baca juga: DIbutuhkan kerja keras untuk eliminasi malaria di Papua
Perkembangan Situasi Malaria di Indonesia
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019