"Pada tanggal 13-15 Oktober ini, Satgas 115 dan Interpol bersama-sama menyelenggarakan Regional Investigative and Analytical Case Meeting (RIACM)," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Kantor KKP, Jakarta, Senin.
Menurut dia, pertemuan regional tersebut adalah pertemuan antara sesama aparat penegak hukum baik di dalam negeri maupun dengan unsur dari internasional dalam rangka membahas berbagai kasus-kasus tertentu.
Baca juga: Susi Pudjiastuti incar pemilik modal kapal "illegal fishing"
Menteri Susi juga menyatakan bahwa RIACM bersifat sangat penting karena menghubungkan berbagai pihak penegakan hukum lintas negara serta bertindak seperti tindakan kolaborasi legal bersama.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI juga mengungkapkan bahwa ini kali kedua pihaknya bersama-sama Interpol mengadakan pertemuan serupa. Pertemuan pertama telah digelar pada Juli 2019 lalu.
Pada pertemuan kali ini, ujar dia, kasus yang dibahas adalah mengenai penangkapan kapal ikan STS-50 dan MV Nika, yang juga mengundang sejumlah perwakilan negara lainnya seperti Amerika Serikat, Australia, Korea Selatan, dan Panama.
Baca juga: Indonesia-Chile perkuat kerja sama bidang perikanan dan lingkungan
Susi Pudjiastuti juga mengutarakan harapannya agar berbagai negara juga bisa menegakkan penegakan hukum terhadap berbagai aktivitas penangkapan ikan ilegal yang terjadi di perairan negara mereka, sebagaimana telah dilakukan Indonesia selama ini.
Sebelumnya, Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) mendukung upaya Kejaksaan Agung dalam melaksanakan eksekusi putusan pengadilan dengan memusnahkan 21 kapal ikan asing ilegal di Kalimantan Barat.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang juga menjabat sebagai Komandan Satgas 115 itu menyatakan bahwa pemusnahan barang bukti kapal pelaku illegal fishing dilakukan tidak hanya dalam rangka melaksanakan amanah undang-undang perikanan, tetapi juga mengamankan visi misi Presiden Jokowi untuk menjadikan laut sebagai masa depan bangsa.
Pemusnahan sebanyak 21 kapal itu terdiri atas sebanyak 18 Kapal Perikanan Asing (KIA) ilegal yang terdiri dari 16 kapal berbendera Vietnam dan 2 kapal berbendera Malaysia dimusnahkan dengan cara ditenggelamkan di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (6/10).
Sedangkan 3 kapal lainnya telah dimusnahkan di Sambas pada 4 Oktober 2019, juga dengan cara dihancurkan dan mesinnya ditenggelamkan. Hal ini karena ketiga kapal asing berbendera Vietnam tersebut sudah rusak, sehingga tidak memungkinkan untuk ditenggelamkan.
Pemusnahan 21 kapal ini merupakan rangkaian dari rencana pemusnahan 42 kapal ikan ilegal yang dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap dari lembaga peradilan. Adapun kapal lainnya rencananya akan di musnahkan secara serentak pada tanggal 7 Oktober 2019 yakni Belawan 6 kapal, Batam 6 kapal, dan Natuna 7 kapal.
Dengan dimusnahkannya 21 kapal ini, maka jumlah kapal barang bukti tindak pidana perikanan yang sudah dimusnahkan sejak bulan Oktober 2014 sampai dengan saat ini bertambah menjadi 556 kapal.
Jumlah tersebut terdiri dari 321 kapal berbendera Vietnam, 91 kapal Filipina, 87 kapal Malaysia, 24 kapal Thailand, Papua Nugini 2 kapal, RRT 3 kapal, Nigeria 1 kapal, Belize 1 kapal, dan Indonesia 26 kapal.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019