"Bantuan medis yang diberikan LPSK diberikan sesaat setelah peristiwa. Bantuan medis tidak hanya diberikan kepada Wiranto, tetapi juga korban lain seperti Kapolsek Menes dan Ajudan Danrem," kata Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo saat konferensi pers, di Kantor LPSK, Cijantung, Jakarta Timur, Senin.
LPSK pun telah memberikan surat jaminan (guarantee letter) biaya medis bagi korban serangan teroris yang menimpa Wiranto beserta tiga korban Iainnya yang terjadi di Pandeglang, Banten.
Baca juga: Wiranto diserang, LPSK siap lindungi para korban
Bantuan medis diberikan sesuai mandat yang tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Terhadap UU No. 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Dalam Pasal 35B ayat (2) UU 5/2018, LPSK bertugas memberikan perlindungan berupa bantuan medis sesaat setelah peristiwa. Khusus pada tindak pidana terorisme, perlindungan (bantuan medis) diberikan tanpa terlebih dahulu disyaratkan pengajuan permohonan.
Antonius menjelaskan, sesaat setelah peristiwa penusukan terhadap Wiranto, LPSK melakukan koordinasi dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri. Hasil koordinasi dengan Densus diperoleh informasi bahwa serangan tersebut dikategorikan tindak pidana terorisme.
Kemudian LPSK pun mengambil inisiatif mencoba menemui Wiranto di RSPAD Gatot Soebroto pada hari yang sama. Dalam kunjungan ke RSPAD, LPSK berkoordinasi dengan ajudan Wiranto. Dari ajudan tersebut, diinformasikan, bahwa pasca operasi, Wiranto belum dapat ditemui karena sedang beristirahat.
"Kami menyampaikan tugas kami dalam tindak pidana terorisme kepada ajudan tersebut untuk diteruskan kepada Wiranto. Kami juga menemui dokter jaga dan menyampaikan maksud tujuan LPSK memberikan surat jaminan (guarantee letter ) atas biaya medis bagi Wiranto," ujarnya.
Baca juga: LPSK datangi RSPAD terkait insiden penyerangan terhadap Wiranto
Pada Jumat (11/10), LPSK melakukan pendalaman di Banten dan menemui tiga korban Iainnya. Di antaranya Kapolsek Menes, FS dan Y (ajudan Danrem).
Dalam pertemuan itu, kata dia, LPSK juga menyampaikan tugas terkait perlindungan korban pada tindak pidana terorisme dan menyampaikan guarantee letter kepada pihak rumah sakit.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu, menjelaskan, tindakan pro aktif yang dilakukan LPSK terhadap korban tindak pidana terorisme telah dilakukan sejak peristiwa Bom Thamrin (2016), Bom Gereja di Samarinda (2016), Bom Kampung Melayu (2017), Peristiwa Penyerangan Mako Brimob (2017), dan Peristiwa Bom Surabaya (2018).
Langkah LPSK ini diadopsi dalam UU 5/2018 sebagai model penanganan korban sesaat setelah peristiwa.
"Terkait program perlindungan korban terorisme, tercatat ada 489 orang yang menjadi terlindung LPSK dengan jumlah layanan mencapai 974 layanan," kata Edwin.
Baca juga: Kompensasi dikabulkan, tiga korban terorisme Cirebon dapat Rp413 Juta
Saat ini, program perlindungan korban terorisme telah mencakup 210 layanan pemenuhan hak prosedural, 127 layanan medis, 92 layanan psikologis, 179 layanan psikososial dan sebanyak 357 fasilitasi pemberian kompensasi.
Untuk pemberian kompensasi sendiri LPSK telah berhasil menunaikan hak kepada 46 korban terorisme dengan total nilai yang telah dibayarkan sebesar Rp3.831.160.322. Selain itu LPSK sedang mengusahakan pembayaran kompensasi kepada empat korban terorisme peristiwa Cirebon dan Lamongan sebesar Rp450.339.525.
"Nilai yang dibayarkan kepada korban tentunya bervariasi sesuai dengan putusan pengadilan yang merujuk pada penghitungan yang dilakukan oleh LPSK," ujar Edwin.
Baca juga: LPSK menyiapkan perlindungan bagi saksi dan korban Wamena
Baca juga: LPSK-BNPT "duduk bareng" bahas korban terorisme
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019