Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) rapat koordinasi bersama para korban terorisme yang tergabung dalam sejumlah organisasi penyintas.Korban butuh bantuan secepatnya dan tidak bisa menunggu untuk waktu yang terlalu lama
LPSK, dalam siaran persnya, diterima di Jakarta, Rabu, mengungkapkan rapat koordinasi yang digelar selama empat hari, Selasa-Jumat (8-11/10-2019) di Mataram, Nusa Tenggara Barat, itu juga digelar trauma healing yang diikuti seluruh peserta dan panitia dari LPSK maupun BNPT. Ada dua psikolog dari Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) yang didatangkan untuk melakukan trauma healing dimaksud.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo berpesan agar organisasi-organisasi penyintas bisa berkiprah bersama membangun solidaritas di antara korban. Kepada organisasi penyintas juga diharapkan mampu mengembangkan kegiatan bersifat community development bagi semua anggotanya.
Baca juga: LPSK, KPAI dan Grab kerja sama cegah TPPO
"Pada rakor diharapkan para penyintas dapat saling berdialog dan berdiskusi. Kritik, masukan dan harapannya sangat dibutuhkan untuk keperluan perbaikan layanan ke depan. Kehadiran LPSK dan BNPT mungkin masih ada kekurangan, karena itulah dibutuhkan masukan dari para penyintas," ujar Hasto.
Selain Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, rakor dihadiri Kasubdit Pemulihan Korban BNPT Kolonel Rudi Widodo, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu dan Sekretaris Jenderal LPSK Noor Sidharta.
Sementara penyintas yang hadir tergabung dalam organisasi penyintas Isana Dewata, Paguyuban Bali, YPI, YKP, dan para penyintas lainnya.
Kasubdit Pemulihan Korban BNPT Kolonel Rudi Widodo menjelaskan, ada dua tujuan yang ingin dicapai dari rakor pemangku kepentingan aktivitas pemulihan korban terorisme.
Pertama, bagaimana program terkait tindak lanjut UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yaitu revisi PP Nomor 7 Tahun 2018 dan kedua, bagaimana strategi yang harus dicapai dalam pemulihan korban.
Baca juga: LPSK: Laporan TPPO dan kekerasan seksual meningkat
"Dengan mengundang teman-teman penyintas, diharapkan mampu memberikan masukan, nuansa baru atau testimoni kepada seluruh pemangku kepentingan untuk membuat strategi yang diharapkan dan program pemulihan ini dapat terlaksana dengan optimal dan sebaik-baiknya," kata Rudi.
Sementara itu, perwakilan penyintas dari YPI Sucipto Hari Wibowo berharap ada suatu standar operasional prosedur (SOP) dalam proses pengajuan permohonan hak dan bantuan bagi korban terorisme.
Dengan demikian, bisa memudahkan para korban terorisme untuk mengajukan permohonan bantuan. Selain itu, mereka juga ingin mendapatkan informasi terkait berapa lama proses penilaian yang dilakukan terhadap kebutuhan bagi korban.
"Korban butuh bantuan secepatnya dan tidak bisa menunggu untuk waktu yang terlalu lama," ungkapnya.
Baca juga: LPSK dibentuk dari nilai-nilai Pancasila
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019