Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengusulkan untuk melakukan legislatif review terhadap revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibandingkan opsi Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).Kalau dipaksakan kemudian ditolak DPR akan timbul ketegangan baru. Daripada tegang terus-terusan lakukan legislatif review. Ini bisa cepat kok, setelah AKD terbentuk akhir bulan ini, November bekerja paling lambat Januari diusulkan revisinya."
"Kalau tanyanya saya atau PPP opsinya legislatif review itu menjadi relevan ketika ada elemen masyarakat mengajukan JR ke MK. Caranya, begitu alat kelengkapan dewan (AKD) terbentuk di Prolegnas kita bicarakan sekaligus prolegnas 2020 pemerintah ajukan revisi UU KPK atas UU hasil (UU KPK) revisi itu," kata Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, di Jakarta, Senin.
Baca juga: Mahasiswa Pascasarjana gugat UU KPK ke MK
Baca juga: Stafsus Presiden: Perppu KPK sepertinya belum akan diterbitkan
Baca juga: KPK harap Presiden dapat tunda pelaksanaan UU KPK hasil revisi
Tiga hari lagi atau tepatnya 17 Oktober mendatang, UU KPK yang baru berlaku secara otomatis. Hal itu setelah sebulan disahkan DPR RI Periode 2014-2019 dalam Rapat Paripurna pada 17 September lalu.
Anggota DPR RI ini menilai, bukan tak mungkin 9 fraksi di DPR menolak Perppu yang mungkin diterbitkan Presiden Jokowi.
"Kalau mayoritas fraksi menilai tidak pas, bisa saja ditolak. Kan itu tidak menyelesaikan masalah," kata Arsul.
Ia mengaku tak ingin ada pihak yang membenturkan DPR terkait Revisi UU KPK yang baru disahkan ini.
"Kalau dipaksakan kemudian ditolak DPR akan timbul ketegangan baru. Daripada tegang terus-terusan lakukan legislatif review. Ini bisa cepat kok, setelah AKD terbentuk akhir bulan ini, November bekerja paling lambat Januari diusulkan revisinya," kata Arsul.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019