Menurut Maman, dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat, paham-paham kekerasan itu telah masuk dalam berbagai aspek kehidupan dan profesi, dimana berbagai aksi teror pun mereka lakukan, baik "lone wolf" (sendirian) maupun teror bom bunuh diri.
Fakta ini menjadi bukti bahwa radikalisme dan terorisme telah menjadi ancaman nyata bagi kedamaian dan keutuhan NKRI, karena itu tidak ada jalan lain, radikalisme dan terorisme harus diberantas hingga ke akar-akarnya, katanya.
“Saya kira regulasi yang sudah ada seperti UU Nomor 5 Tahun 2018 tinggal dikuatkan dan diimplementasikan. Yang lebih penting lagi program pencegahan harus lebih massif, terencana, terprogram di masing-masing lembaga dan institusi,” ujar mantan anggota Komisi VIII DPR RI ini.
Selain itu, lanjut Maman, penindakan juga harus dilakukan secara tegas terhadap mereka yang terpapar radikalisme.
Menurut dia, pencegahan dan penindakan harus dilakukan karena para pengikut radikalisme dan terorisme juga terus melakukan upaya untuk menyebarkan paham dan ideologinya ke segala lapisan masyarakat.
“Pemerintah harus lebih tegas lagi. Saya sepakat pencegahan radikalisme itu penting dilakukan. BNPT harus melakukan upaya pencegahan mulai dari hilir sampai hulu. Begitu juga Polri harus intensif melakukan penindakan. Jangan memberikan celah sedikit pun paham dan ideologi kekerasan ada dan berkembang di Indonesia,” tutur pengasuh Pondok Pesantren Al Mizan Majalengka ini.
Menurut dia, ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang mudah terpapar radikalisme, mulai dari ekonomi, sosial, pemahaman agama, dan lain-lain.
Untuk itu, lanjutnya, untuk mencegah radikalisme sampai ke akarnya, pendekatan secara ekonomi, pelibatan tokoh agama, organisasi kemasyarakatan, dan lain-lain.
Kiai Maman mengungkapkan kasus terakhir penusukan Menko Polhukam Jenderal (purn) Wiranto telah menyadarkan masyarakat bahwa paham atau ideologi radikalisme ini sudah masuk secara massif dan sistematis ke semua kalangan dan lapisan masyarakat.
Mulai dari pelajar, mahasiswa, dosen, birokrat, ASN, pesantren, bahkan Polri dan TNI pun juga sudah tersusupi paham-paham negatif tersebut.
“Bentengi anak dan keluarga kita, mulai dari lingkungan keluarga maupun lingkungan pendidikan agar tidak terpapar radikalisme,” tutur Kang Maman, panggilan karib Kiai Maman.
Ia menegaskan bahwa radikalisme itu telah menghilangkan sisi kemanusiaan, sehingga rasa empati dan nilai persaudaraan itu menjadi hilang.Itu terjadi karena mereka telah mendapat doktrin kekerasan, takfiri, jihad yang salah.
Ironisnya, kata Maman, ada tokoh-tokoh yang konyol yang menyudutkan pemerintah dengan menuduh bahwa aksi terorisme itu adalah rekayasa.
“Tuduhan rekayasa pada penusukan Pak Wiranto menjadi bukti bahwa kelompok radikal sudah kehilangan rasionalitas dan kemanusiaan. Mereka sangat keji dan biadab. Tidak ada bukti bahwa itu rekayasa harus dibuktikan baik dari sisi medis maupun kronologis yg bisa ditelusuri oleh aparat,” tukasnya.
Untuk itu, mantan Direktur Relawan TKN ini mengajak seluruh anak bangsa untuk tidak mudah terpengaruh ajakan atau provokasi yang tidak berdasar dari kelompok radikalisme.
Selain itu, ia juga menyarankan agar tidak mudah percaya konten-konten yang bersumber dari media sosial (medsos) atau internet.
“Lebih baik sebarkan konten-konten Islam ramah, Islam damai, dan Islam toleran, saat beraktivitas di medsos,” ajaknya.
Kang Maman menilai radikalisme itu bukan soal ajaran agama, tetapi pemahaman yang sempit, keliru, dan menyesatkan. Dari pemahaman yang sempat itulah, radikalisme muncul dan itu bukan hanya penganut agama Islam, tetapi juga penganut agama-agama lain.
Ia menegaskan Islam mempunyai arti keselamatan dan perdamaian, nilai dan spirit Islam adalah perdamaian dan toleransi.
Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan. Dakwah Islam menyebarkan kasih sayang dan kebaikan serta rahmatan lil alamin, katanya.
Baca juga: Capim Sujanarko ungkap cara untuk tangkal radikalime di KPK
Baca juga: TNI-AD koordinasi dengan Kemhan terkait prajurit terpapar radikalisme
Baca juga: Menhan Ryamizard prihatin prajurit TNI terpapar radikalisme
Baca juga: Wiranto: Revolusi Mental tekan radikalisme
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019