Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melimpahkan berkas perkara Tubagus Chaeri Wardana (TCW) alias Wawan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terkait tiga perkara."Jadi, besok JPU (Jaksa Penuntut Umum) setelah tahap II akan melimpahkan berkas perkara untuk satu perkara pencucian uang dan dua tindak pidana korupsi," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sebelumnya, penyidik KPK pada Rabu (8/10) telah terlebih dahulu menyerahkan tersangka Wawan dan berkas tiga perkara ke penuntutan atau tahap II.
"Jadi, besok JPU (Jaksa Penuntut Umum) setelah tahap II akan melimpahkan berkas perkara untuk satu perkara pencucian uang dan dua tindak pidana korupsi," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Tubagus Chaeri Wardana segera disidang
Tiga perkara yang diserahkan, yakni korupsi pengadaan alat kesehatan kedokteran umum Puskesmas Kota Tangerang Selatan Tahun Anggaran 2012, korupsi pengadaan sarana dan prasanara kesehatan di lingkungan Pemprov Banten Tahun 2011-2013, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Wawan merupakan adik dari mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan juga suami dari Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Sebelumnya, Febri menyatakan fokus dari penanganan perkara TPPU ini adalah pada penelusuran arus uang sebagai bentuk upaya KPK mengembalikan aset yang dikorupsi ke negara atau "asset recovery".
Sampai saat ini, KPK menyita sejumlah aset dengan nilai sekitar Rp500 miliar.
Baca juga: KPK: pemetaan aset TPPU Wawan hampir selesai
Penyidikan TPPU itu, lanjut Febri, dilakukan terhadap sejumlah kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi, yaitu dari proyek-proyek yang dikerjakan perusahaan Wawan dan pihak lain yang terafiliasi dari 2006 sampai dengan 2013.
"Diduga TCW melalui perusahaannya telah mengerjakan sekitar 1.105 kontrak proyek dari Pemerintah Provinsi Banten dan beberapa kabupaten yang ada di Provinsi Banten dengan total nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp6 triliun," ujar Febri.
Ia menjelaskan berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) berupa suap Rp1 miliar dari Wawan pada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, sehingga KPK mengembangkan perkara ini menelusuri proyek senilai Rp6 triliun di Banten.
"Perkara ini juga menjadi salah satu contoh pengembangan OTT, sehingga OTT tidak bisa dilihat hanya pada barang bukti yang ada pada saat kegiatan dilakukan karena OTT justru bisa menjadi kotak pandora untuk menguak korupsi yang lebih besar," katanya pula.
Febri juga menyatakan penyidikan kasus itu membutuhkan waktu sekitar lima tahun, karena tim harus mengidentifikasi secara rinci proyek-proyek yang dikerjakan, dugaan keuntungan yang didapatkan tidak semestinya, aliran dana, penelusuran aset yang berada di sejumlah lokasi, dan kerja sama lintas negara.
Baca juga: KPK panggil anggota DPRD Banten terkait kasus Wawan
Total aset yang disita dalam proses penyidikan ini adalah sekitar Rp500 miliar, yakni uang tunai sebesar Rp65 miliar, 68 unit kendaraan roda dua, dan roda empat atau lebih.
Selanjutnya, 175 unit rumah/apartemen/bidang tanah terdiri dari tujuh unit apartemen di Jakarta dan sekitarnya, empat unit tanah dan bangunan di Jakarta, delapan unit tanah dan bangunan di Tangerang Selatan dan Kota Tangerang, satu unit tanah dan bangunan di Bekasi, tiga unit tanah di Lebak.
Kemudian, 15 unit tanah dan peralatan AMP di Pandeglang, 111 unit tanah dan usaha SPBU di Serang, lima unit tanah dan usaha SPBE di Bandung, 19 unit tanah dan bangunan di Bali, satu unit apartemen di Melbourne, Australia, dan satu unit rumah di Perth, Australia.
Baca juga: KPK sita 17 bidang tanah Wawan di Bali
Sedangkan, untuk aset di Australia, KPK menempuh proses "Mutual Legal Assistance" (MLA) untuk kebutuhan penanganan perkara. Dalam proses penyidikan tersebut, KPK juga dibantu oeh Australian Federal Police (AFP) seperti dalam proses penyitaan aset sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Nilai aset yang berada di Australia saat pembelian tahun 2012-2013 adalah setara dengan total sekitar Rp41,14 miliar, yaitu rumah senilai 3,5 juta dolar Australia dan apartemen di Melbourne senilai 800 ribu dolar Australia," kata Febri lagi.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019