Direktur Pengaturan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Bapeten, Dahlia Cakrawati Sinaga saat kegiatan sosialisasi di Semarang, Kamis mengatakan, Perpres ini membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk penyusunannya.
"Ada banyak hal yang harus disinergikan seiring dengan tantangan dan perkembangan teknologi yang dihadapi," katanya.
Menurut dia, Perpres ini membutuhkan waktu sekitar lima tahun dalam penyusunannya.
Baca juga: Bapeten ingatkan nuklir tidak dipahami sebatas senjata
Baca juga: BAPETEN: "I-CoNSEP" wadah kesiapsiagaan nuklir Indonesia
Perpres ini, lanjut dia, bertujuan untuk meningkatkan keselamatan dan budaya berkeselamatan dalam memanfaatkan teknologi nuklir di Indonesia.
Melalui aturan ini, kata dia, pemerintah pusat dan daerah akan menjalin sinergi dalam pengawasan penggunaan teknologi nuklir dan radiasi.
Para pemangku kepentingan yang memanfaatkan teknologi nuklir ini, menurut dia, didorong untuk menyediakan sarana keselamatan, termasuk membangun database berkaitan dengan penggunaan nuklir dan radiasi.
Baca juga: Bapeten: Indonesia butuh 126 alat pantau radiasi nuklir
Baca juga: Bapeten bentuk pusat unggulan keamanan nuklir
"Di bidang kesehatan misalnya, akan dibangun database tentang pasien yang ditangani dalam pengobatan yang menggunakan radiasi sehingga diketahui dosis yang diberikan antara dokter satu dengan yang lain," katanya.
Ia menjelaskan peran pemerintah daerah cukup penting dalam mendukung Bapeten dalam mengawasi penggunaan teknologi oleh rumah sakit maupun industri di daerah.
"Dengan sumber daya manusia Bapeten yang terbatas tentu sangat berat jika harus mengawasi berbagai wilayah yang sebarannya sangat luas," katanya.
Baca juga: Bapeten sudah keluarkan 7.427 izin pemanfaatan nuklir
Baca juga: Bapeten awasi 451 pengguna teknologi nuklir di Jawa Timur
Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019